Rabu, 07 Desember 2016

Sejarah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Untuk pertama kali Social Studies diperkenalkan di kota Rugby, Inggris, tahun 1827. Yang berjasa memasukkan ke dalam kurikulum sekolah adalah Dr Thomas Arnold, direktur sekolah itu. Yang melatarbelakangi adalah keadaan masyarakat Inggris setengah abad sesudah revolusi industri. Masyarakat Inggris mengalami dekadensi moral setelah terjadi Revolusi Industri. Social Studies menjadi bagian dalam proses rehumanisasi masyarakat Inggris. Sedangkan di Amerka Serikat Social Studie mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin. Sesudah Perang Saudara (1861-1865) keadaan masyarakat tidak langsung tenteram. Keadaan diperberat karena masyarakat AS yang amat majemuk. Orang AS masih traumatis akan terjadinya perang lagi.
Para pendidik memikirkan bagaimana dapat diciptakan suatu harmoni di masyarakat majemuk. Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). 
Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Dalam lingkup yang lebih luas, kemudian pemerintah memberlakukan kurikulum 1975 bagi semua sekolah dasar dan sekolah menengah. Dalam kurikulum ini tercantum bidang studi IPS, mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi, untuk Sekolah Menengah Pertama sejarah, ekonomi, geografi ditambah kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk SMA sejarah, geografi dan ekonomi, kependudukan, koperasi ditambah tata buku dan hitung dagang.
Pada kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di Sekolan Menengah Pertama (SMP) digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA Atas tidak lagi dikenal IPS terpadu, melainkan diajarkan secara terpisah. Maka muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi yaitu kurikulum l994. menurut kurikulum 1994, program pengajaran IPS di sekolah dasar terdiri dari IPS terpadu dan sejarah nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial sampai sekarang.. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar