Minggu, 25 Desember 2016

Apakah semua Filsafat Bernilai Benar??

Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan sampai kini.
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak. Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indera? Yang jelas, bagi seorang skeptik pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan itulah yang merupakan kebenaran.
Secara tradisional untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak, bisa dilihat melalui teori-teori kebenaran sebagai berikut.
1. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya. Teori kebenaran semantik dianut oleh paham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat Analitika Bahasa. Misalnya filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti cinta akan kebijaksanaan. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar kalau ada referensi yang jelas. Jika tidak mempunyai referensi yang jelas maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah.

2. Teori Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika. Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak ada subjek maka kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat, Seperti ‘semua korupsi’, ini bukan kalimat standar karena tidak ada subjeknya.

3. Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

4. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistic yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya, Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan, Misalnya suatu lingkaran adalah bulat, ini telah memberikan kejelasan dalam pernyataan itu sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu garis yang sama jaraknya dari titik yang sama, sehingga berupa garis yang bulat.





Sumber:
Hasan, Erliana. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar