Sabtu, 24 Desember 2016

Memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran

Seorang guru dalam perencanaan proses pembelajaran diharuskan memiliki pengetahuan serta kemampuan dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan. Pendekatan pembelajaran tersebut dapat menjadi acuan guru dalam memberikan respon-respon yang tepat terhadap muridnya selama proses pembelajaran berlangsung. Terdapat berbagai macam pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan, pendekatan-pendenkatan tersebut antara lain pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), bermain peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar tuntas (mastery learning).

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual yang sering disingkat dengan CTL merupakan konsep belajar yang membentu gutu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kegidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keteramplilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questing), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (autentic assesment). Menurut zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajran kontekstual:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning);
b. Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian mempehatikan detailnya;
c. Pemahaman pengetahuan (undrestanding knowledge), yaitu dengan cara: Hipotesis, Melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu, Konsep tersebut direvisi dan dikembangkan;
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge);
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan tersebut;


2. Bermain Peran (Role Playing)
Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kleas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara-cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal in, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubunganantar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secra bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini para peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.

3. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Istilah belajar tuntas diangkat dari pengertian tentang apa yang disebut dengan “situasi belajar”. Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar. Ada peserta didik yang cepat menguasai pelajaran sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam proses interaksi kelas. Disamping itu ada pula peserta didik yang lambat sehingga tingkat partisipasinya rendah. Mereka yang terakhir ini akan mengalami kesukaran dalam mengikuti keepatan belajar yang digunakan guru. Mereka akan mengalami kesulitan apalagi bantuan yang diberikan terhadap mereka kurang sekali.
Bagi siswa yang tingkat penguasaannya rendah diperlukan perbaikan yang terus menerus. Itulah sebabnya dalam filsafat belajar, 10x2 lebih baik dari pada 2x10. Taraf belajar tuntas ini dapat diformulasikan penentuan proporsi waktu yang tersedia untuk belajar secara tepat dengan waktu yang dibutuhkan untuk belajar.
Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik apabila tujuan pengajaran yang hendak dicapai itu adalah tujuan yang termasuk ranah kognitif dan psikomotorik. Pencapaian ranah afektif tidak sesuia dengan menggunakan model belajar tuntas, karena kejelasan (ketuntasan) keterukurannya sukar sekali. Sebaliknya, ranah kognitif dan psikomotorik memiliki batasan ketuntasan yang lebih jelas dan lebih mudah dirumuskan menjadi obyek yang dapat dikuantifikasi.
Bentuk pengajaran dalam model-model belajar tuntas ini bisa dilaksanakan secara individual, tetapi dapat juga secara berkelompok. Pengajaran individual dapat dilakukan didalam kelas, dalam arti perlakuan terhadap peserta didik tetap bersifat individual sesuai dengan kemajuan dan kemmapuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Tentu saja strategi individual ini memerlukan kelengkapan perangkat penunjang seperti modul, laboratorium, ataupun teaching machine.

4. Pembelajaran Partisipatif
Pada hakekatnya belajar merupakan intaraksi antara peserta didik dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan atau partisipasi yang tinggi dari pseserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilam pembelajaran.
Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menggapi respon peserta didik secara positif, menggunakan pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.
Pembelajaran partisipatif sering juga diartikan sebagai keterlibatan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran partisipati antara lain dapat dapat dilihat dari keterlibatan emosional dan mental peserta didik, kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan dan dalam pembelajaran terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

1 komentar: