Minggu, 11 Desember 2016

DASAR ILMU: ONTOLOGI

Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan bahwa ontologi berasal dari kata ontos yang berarti sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata.
Ontologi merupakan salah satu dari objek kajian penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi merupakan studi yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Studi ini membahas mengenai kategorisasi benda-benda di alam serta hubungan antara satu dengan lainnya. Ontologi membahas hakikat serta asal usul sesuatu dan sangat erat kaitannya dengan masalah ketuhanan dan keyakinan.
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (179-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut.
1. Monoisme
Paham monoisme beranggapan bahwa hakikat dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri, haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran, yaitu:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut juga dengan naturalisme. Menurutnya zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-645 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan.
b. Idealisme
Aliran idealisme disebut juga aliran spiritualisme, kebalikan dari aliran materialisme. Idealisme berarti serba cita, sedangkan spiritualisme berarti serba ruh. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan rohani.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia adalah sebagai ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita dan cita-cita itu adalah rohani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealisme atau spiritualisme.

2. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Tokoh aliran ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.
Umumnya manusia tidak akan mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualisme ini, karena setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera kita, sedang kenyataan batin dapat segera diakui oleh akal dan perasaan hidup.

3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.

4. Nihilisme
Nihilisme berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pangangan Gorgias yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis, realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyaataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran in dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.




Sumber:
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama I. Jakarta: Wacana Ilmu.
———————. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm. 219.
Sunarto. 1983. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar