Jumat, 23 Desember 2016

ASAL DAN PERANAN FILSAFAT

A. Asal Filsafat
Secara etimologi, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri dari dua kata yakni philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan, sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Secara terminologi, Plato berpendapat bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
Terdapat tiga hal yang mendasari manusia untuk ‘berfilsafat’, yakni di antaranya sebagai berikut.
1. Keheranan
Banyak sekali filsuf menunjukkan rasa heran sebagai asal filsafat. Plato misalnya mengatakan: “Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal filsafat”.

2. Kesangsian
Filsuf-filsuf lain, misalnya Augustinus (254-430 M) dan Rene Descartes (1596-1650 M) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apkah ia tidak ditipu oleh panca indranya kalau ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditemukan kepastian? Karena dunia ia penuh dengan berbagai pendapat, keyakinan, dan interpretasi.

3. Kesadaran akan Keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya itu sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya ini manusia mulai berfilsafat. Ia mulai memikirkan bahwa di luar manusai yang terbats pasti ada sesuatu yang tidak terbatas. (Harry Hamersma, 1988).


B. Peranan Filsafat
Menyimak sebab-sebab kelahiran filsafat dan proses perkembangannya, sesungguhnya filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan utama dalam sejarah pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diperankannya sebagai pendobrak, pembebas, dan pembimbing. (Jan Hendrik Rapar, 1996).
1. Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hal-hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa mempersoalkannya lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng dan takhayul itu merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedangkan tradisi itu benar dan tidak dapat diganggu gugat maka dongeng dan takhayul itu pasti benar dan tidak boleh diganggu gugat.
Oleh sebab itu, orang-orang Yunani yang dikatakan memiliki “suatu rasionalitas yang luar biasa”, juga pernah percaya kepada dewa-dewi yang duduk di meja perjamuan di Olympus sambil mengguncangkan kayangan dengan sorakan dan gelak tawa tidak henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewa-dewi yang saling menipu satu sama lain, licik, sering memberontak dan kadang kala seperti anak-anak nakal.
Keadaan tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama ini tidak boleh diganggu gugat. Kendati pendobrakanitu membutuhkan waktu yang cukup panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selsku pendobrak yang mencengangkan.

2. Pembebas
Filsafat bukan sededar mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite, melainkan juga merenggut manusia keluar dari dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir mistis dan mitis.
Sesungguhnya filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kurangnya pengetahuan yang menyebabkan manusai menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpiir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran semu yang menyesatkan.

3. Pembimbing
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dan mitis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yaki berpikir secara universal sambil berupaya mencapai radix (mendalam) dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.




Sumber:
Hamersma, Harry.1983. Tokoh-tokoh Filsafat Baru. Jakarta: Gramedia.
Lasiyo dan Yuwono. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
Surajiyo. 2012. Ilmu Filsafat Suatu Penghantar Cetakan kelima. Jakarta: PT Bumi Aksara.

2 komentar: