Senin, 10 Oktober 2016

Sejarah Perkembangan Angka

Kemungkinan terbesar manusia mulai menghitung adalah setelah bahasa berkembang. Saat itu jari-jari tangan merupakan alat hitung yang paling alami. Itulah sebabnya mengapa sistem perhitungan yang kita gunakan saat ini menggunakan bilangan berbasis 10. Untuk mencari bukti sejarah, ukiran pada batu atau kayu adalah solusi yang paling alami. Dari bukti sejarah, sistem hitung yang paling awal terdiri dari simbol berulang yang masing-masing terdiri dari sepuluh, yang diikuti oleh pengulangan simbol untuk satu. Untuk contoh pada angka-angka yang digunakan saat ini seperti 1 sampai 10, kemudian 11 (simbol bilangan satu diulang pada simbol bilangan sebelas sebagai penanda 11 adalah 10 + 1). Atau pada bilangan romawi, bilangan dua puluh satu dilambangkan menjadi XXI (simbol angka sepuluh diulang kemudian dimulai lagi dari satu sebagai penanda 20 adalah 10 + 10 +1). Di bawah ini akan di uraikan sedikit sejarah timbulnya angka sebagai sistem dalam berhitung.
1. Angka Mesir (3000-1600 SM)
Di Mesir, sejak sekitar 3000 tahun sebelum masehi, bukti sejarah yang ditemukan menyebutkan bahwa satu disimbolkan sebagai garis vertikal, sedangkan 10 diwakilkan oleh lambang ^. Orang mesir menulis dari kanan ke kiri, jadi bilangan dua puluh tiga disimbolkan menjadi |||^^. Bila anda sulit mengartikannya menjadi 23, bandingkanlah dengan angka romawi XXIII. Angka romawi tersebut pada dasarnya adalah sistem Mesir, diadaptasi oleh Roma dan sampai sekarang masih kita gunakan setelah kemunculan pertamanya yaitu lebih dari 5000 tahun yang lalu.
Para juru tulis Fir'aun (yang hartanya sangat sulit untuk dihitung) menggunakan suatu sistem untuk menghitung angka-angka besar. Memang sulit digunakan, tapi tidak diragukan lagi itu yang mereka pakai. Membaca versi tertulis dari angka-angka besar mesir sama seperti menghitung total nilai dari koin-koin judi di Las Vegas. Orang-orang mesir kuno meletakan angka yang besar dikanan dan yang paling kecil dikiri. Jadi, untuk keperluan demonstrasi, bayangkanlah koin A bernilai 100.000 koin B bernilai 10.000 koin C bernilai 1.000, koin D bernilai 100, koin E bernilai 10, dan koin F bernilai 1 dengan nilai-nilai itu, angka Mesir FEEEDDDDDDCCCCBBBAA bisa mewakilkan angka 234.641. Dan angka-angka besar seperti ini berperan dalam dokumen yang mendeskripsikan harta-harta milik firaun. Simbol Mesir untuk angka besar seperti 100.000, adalah suatu simbol yang seperti burung, tetapi angka-angka yang lebih kecil dilambangkan dengan garis lurus dan melengkung.

2. Angka Babylonia (1750 SM)
Orang-orang Babylonia, menggunakan sistem bilangan berbasis 60. Sistem ini benar-benar sulit digunakan karena secara logika seharusnya membutuhkan 59 simbol yang berbeda(sama seperti sistem desimal berbasis 10 saat ini mempunyai simbol yang berbeda sampai 9).Sebaliknya,angka dibawah 60 dilambangkan dengan kelompok-kelompok sepuluh.
Angka Babylonia yang menyebabkan bentuk tertulisnya sangat aneh jika dibandingkan dengan komposisi aritmatika manapun. Melalui keunggulan orang babylonia pada bidang astronomi, sistem perhitungan berbasis 60 mereka masih ada sampai sekarang pada 60 detik dalam satu menit, dan pada pengukuran sudut, 180 derajat pada jumlah sudut segitiga dan 360 derajat pada sudut satu lingkaran. Dan jauh setelah itu, saat waktu bisa diukur dengan akurat, sistem yang sama juga digunakan dalam 60 menit dalam 1 jam. Orang Babylonia mengambil langkah krusial menuju suatu sistem perhitungan yang lebih efektif. Mereka memperkenalkan konsep nilai tempat, yaitu angka yang sama bisa mempunyai nilai yang berbeda tergantung letak angka pada urutan. Untuk lebih jelas, kita ambil contoh angka 222. Pada angka tersebut terdapat tiga angka 2 yang mempunyai nilai yang berbeda-beda, yaitu 200, 20, dan 2. Tapi konsep ini baru dan merupakan langkah yang sangat berani bagi orang Babylonia. Untuk mereka, dengan sistem perhitungan berbasis 60, sistem nilai tempat lebih sulit untuk digunakan. Untuk mereka angka simpel seperti 222 mempunyai nilai 7322 bila menggunakan sistem hitung berbasis 10 yang kita gunakan (2 x60 kuadrat + 2 x 60 + 2).
Sistem nilai tempat membutuhkan suatu tanda yang bermakna ”kosong”, untuk saat-saat dimana jumlah nilai pada satu kolom sama dengan kelipatan 60. Dari sinilah awal mula angka 0. Meskipun bilangan nol itu sendiri belum ada, dan angka 0 tidak mempunyai nilai numerik tersendiri.

3. Angka Suku Maya
Suku maya, sama seperti suku Aztec, menggunakan sistem bilangan berbasis 20.Seperti orang Babylonia, suku Maya menggunakan sistem nilai tempat, dan tentu saja, angka nol. Mereka menggunakan 3 set grafik notasi yang berbeda untuk mewakili angka:
a) Dengan titik dan garis,
b) Dengan figur antropomorfik, dan
c) Dengan simbol.

4. Angka Romawi 300 SM
Angka romawi menggunakan sistem bilangan berbasis 5. Angka I dan V dalam angka romawi terinspirasi dari bentuk tangan, yang merupakan alat hitung alami. Sedangkan angka X lambang dari 10, adalah gabungan dua garis miring yang melambangkan 5. Dan L, C, D,dan M, yang secara urut mewakili 50, 100, 500, dan 1.000, merupakan modifikasi dari simbol V dan X. Garis yang miring mewakili jempol, yang kemudian menjadi simbol lima X (10) adalah gabungan dua garis miring.
Simbol L, C, D, & M merupakan modifikasi dari simbol V & X untuk menulis angka, orang romawi menggunakan sistem penjumlahan : V + I = VI (6) atau C + X + X + I = CXXI (121), dan sistem pengurangan : IX (I sebelum X =9) atau XCIV (Xsebelum C = 90, I sebelum V = 4) Nol, Sistem Desimal , dan Angka Hindu-Arab (300 SM – sekarang)
Pada sistem perhitungan Babylonia dan Maya, bentuk angka tertulisnya masih sangan rumit untuk perhitungan aritmatika yang efisien. Selain itu, angka nol belum berfungsi penuh. Agar angka nol bisa memenuhi potensinya dalam matematika, setiap bilangan harus mempunyai simbol sendiri atau paling tidak angka-angka dasar dalam basis hitungan mempunyai simbol sendiri. Sistem ini kemungkinan muncul pertama kali di India. Angka-angka yang dipakai saat ini mengalami perubahan-perubahan bertahap sejak 3 abad sebelum masehi.
Orang-orang India menggunakan lingkaran kecil saat tempat pada angka tidak mempunyai nilai, mereka menamai lingkaran kecil tersebut dengan nama sunya, diambil dari bahasa sansekerta yang berarti ”kosong”.Sistem ini telah berkembang penuh sekitar tahun 800 Masehi,saat sistem ini juga diadaptasi di Baghdad. Orang arab menggunakan titik sebagai simbol ”kosong”, dan memberi nama dengan arti yang sama dalam bahasa arab, sifr.
Sekitar dua abad kemudian angka India masuk ke Eropa dalam manuskrip Arab, dan dikenal dengan nama angka Hindu-Arab. Dan angka Arab sifr berubah menjadi ”zero” dalam bahasa Eropa modern, atau dalam bahasa Indonesia, ”nol”. Tetapi masih perlu berabad-abad lagi sebelum ke-sepuluh angka Hindu-Arab secara bertahap menggantikan angka romawi di Eropa, yang diwarisi dari masa kekaisaran Roma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar