Selasa, 18 Oktober 2016

Kondisi Pelayanan Pendidikan Anak Tunagrahita

Kondisi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
1. Pemahaman inklusi dan implikasinya
a. Pendidikan inklusif bagi anak berkelainan/penyandang cacat belum dipahami sebagai upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Masih dipahami sebagai upaya memasukkan disabled children ke sekolah regular dalam rangka give education right and kemudahan access education, and againt discrimination.
b. Pendidikan inklusi cenderung dipersepsi sama dengan integrasi, sehingga masih ditemukan pendapat bahwa anak harus menyesuiakan dengan sistem sekolah.
c. Dalam implementasinya guru cenderung belum mampu bersikap proactive dan ramah terhadap semua anak, menimbulkan komplain orang tua, dan menjadikan anak cacat sebagai bahan olok-olokan.

2. Kebijakan sekolah
a. Sekalipun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima semua jenis anak cacat, sebagian sudah memiliki guru khusus, mempunyai catatan hambatan belajar pada masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan guru khusus untuk mengimplementasikan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif, namun cenderung belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga profesional, organisasi atau institusi terkait.
b. Masih terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu guru kelas tidak memiliki tangung jawab pada kemajuan belajar ABK, serta keharusan orang tua ABK dalam penyediaan guru khusus

3. Proses pembelajaran
a. Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching, tidak dilakukan secara terkoordinasi.
b. Guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam merumusakan flexible curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan tujuan, materi, dan metode pembelajaran.
c. Masih terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK sama dengan siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menguasai materi belajar.
d. Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum menggunakan media, resource, dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan anak.

4. Kondisi guru
a. Belum didukung dengan kualitas guru yang memadai. Guru kelas masih dipandang not sensitive and proactive yet to the special needs children.
b. Keberadaan guru khusus masih dinilai belum sensitif dan proaktif terhadap permasalahan yang dihadapi ABK.

5. Sistem dukungan
a. Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai. Peran orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, perguruan tinggi – LPTK PLB, dan pemerintah masih dinilai minimal. Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.
b. Keterlibatan orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan inklusi, belum terbina dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap kurang peduli dan realistik terhadap anaknya.

Model dan Layanan Pendidikan terhadap Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita meliputi:
a. Inklusi penuh
ABK belajar bersama anak-anak non-ABK dalam satu kelas reguler sehari penuh.
b. Kelas reguler dengan kluster
ABK belajar bersama di kelas reguler sehari penuh dalam kelompok khusus.
c. Kelas reguler dengan full out
ABK belajar bersama di kelas reguler, tetapi dalam waktu tertentu belajar di ruang khusus dengan guru pembimbing khusus.
d. Kelas reguler dengan kluster dan full out
ABK belajar bersama di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu tertentu belajar di ruangan khusus.
e. Kelas khusus dengan pengintegrasian
ABK belajar di kelas khusus dan pada mata pelajaran tertentu masuk kedalam kelas reguler.
f. Kelas khusus penuh
ABK belajar dalam kelas khusus seharian dan bergabung dengan non-ABK hanya dipersatukan pada saat istirahat dan bermain.


Kompensatoris dan Cara Tepat dalam Mendidik yang Diterapkan Pada Anak Tunagrahita
Keterbatasan kecerdasan yang di miliki anak tunagrahuta menjadi kendala utama dalam belajar. Hal demikian mengharuskan guru memiliki cara-cara khusus yang tepat digunakan dalam mendidik anak tunagrahita.
a. Materi pembelajaran bagi anak tunagrahita harus dirinci dan sedapat mungkin di mulai dari hal-hal konkrit, mengingat mereka mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak.
b. Materi yang bersifat akademik tetap di berikan sampai mereka memperlihatkan ketidakmampuannya.
c. Materi pelajaran keterampilan memiliki bobot yang tinggi karena melalui materi ini di harapkan mereka dapat memiliki suatu keterampilan sebagai bekal hidupnya.
d. Materi pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita harus diprogamkan secara rinci dan mendapat bobot yang tinggi.
e. Menerapkan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda di sesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik.
f. Alat/media yang digunakan dalam pembelajaran harus memperhatikan beberapa kriteria, seperti: anak memiliki tanggapan tentang yang di pelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak abstrak, dapat di gunakan anak dan mudah diperoleh.
g. Evaluasi belajar dalam pembelajaran harus dilakukan setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya, dan setelah itu barulah kita pindah pada materi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar