Senin, 26 Desember 2016

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP Tematik)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP Tematik)
Tahun Pelajaran 2016/2017


Nama Sekolah          : SDN Banyuwangi 2
Kelas/Semester         : 1/1 (Satu)
Tema                        : Aku
Sub Tema                 : Aggota Tubuhku
Pembelajaran Ke      : 1 (Satu)
Fokus Pembelajaran : IPA 
Alokasi Waktu         : 1 x Pertemuan (1 x 35 Menit)
Disusun Oleh            : Sofiatuz Zahrotul Uyun (NIM. 2227150

A. Kompetensi Inti
1. Menerima dan menjalankan perintah ajaran agama serta kepercayaan yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, komunikatif, serta menghargai sesama berdasarkan kegiatan interaksinya dengan lingkungannya.
3. Memahami pengetahuan konkret dengan cara mengamati (melihat, mendengarkan, bertanya) berdasarkan rasa keingintahuannya tentang anggota tubuh dan fungsi yang dimilikinya.
4. Menyajikan pengetahuan konkret dalam bentuk penyampaian yang aktif dan logis, dalam bentuk karya yang estetis, dan dalam bentuk gerakan yang mencerminkan anak sehat dan mencerminkan perilaku anak yang beriman dan berakhlak mulia.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Ilmu Pengetahuan Alam
  • Kompetensi Dasar
1.1 Mengetahui kegunaan anggota tubuh dalam konsep peribadatan sesuai dengan ajaran agama serta kepercayaan yang dianutnya.
2.2 Menunjukkan sikap terbuka dan positif dalam kaitannya dengan mempergunakan anggota tubuh sesuai fungsi tanpa mengabaikan tata aturan dalam berperilaku.
3.3 Memahami pengetahuan konkret tentang bentuk serta fungsi anggota tubuh dengan cara mengamati (melihat, mendengarkan, dan bertanya) dengan bantuan guru dan teman.
4.4 Menjelaskan bentuk serta fungsi anggota tubuhnya dengan tepat secara lisan, dan menunjuk langsung bagian tubuh yang dimaksud dengan bantuan guru dan teman.
  • Indikator
1.1.1 Menyebutkan bagian anggota tubuh yang berfungsi dalam kegiatan peribadatan sehari-hari.
2.2.1 Mempergunakan anggota tubuh sesuai dengan fungsi tanpa mengabaikan tata aturan dalam berperilaku.
3.3.1 Mendiskusikan bentuk serta fungsi dari anggota tubuhnya
4.4.1 Menunjuk dan mengelompokkan bagian anggota tubuh sesuai bentuk dan fungsinya.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Dengan menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat mengetahui dan memahami bentuk serta fungsi dari anggota tubuhnya.
2. Dengan melihat guru menjelaskan dan menunjuk anggota tubuh sesuai bentuk dan fungsinya, siswa dapat mengingat lebih lama materi yang disampaikan guru.
3. Dengan melakukan diskusi dan tanya jawab, siswa dapat lebih memperdalam pengetahuannya mengenai bentuk dan fungsi anggota tubuh melalui interaksinya dengan orang lain.
4. Dengan menjelaskan kembali bentuk dan fungsi anggota tubuhnya, siswa dapat dengan mudah mengingat dan mengimitasi (menunjuk kembali) anggota tubuhnya sesuai bentuk dan fungsi.

D. Materi Pembelajaran
AKU (Anggota Tubuhku)
1) Bagian-bagian Tubuh
Memperhatikan gambar tubuh manusia dan deskripsi bentuk

Gambar 1.1 Anggota tubuh manusia


2) Fungsi Bagian-bagian Anggota Tubuh
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT sudah tentu memiliki makna dan fungsi tanpa terkecuali. Begitupun dengan anggota-anggota tubuh yang telah dianugerahkan kepada kita. Setiap bagian dari anggota tubuh kita memiliki fungsi, dan sudah sepatutnya kita memanfaatkan dan mempergunakan anggota tubuh kita dengan penuh rasa tanggung jawab.
Berikut ini fungsi-fungsi dari anggota tubuh kita, yaitu:
1. Rambut
Fungsi dari rambut adalah untuk melindungi kepala dari sengatan sinar matahari dan menjadi mahkota kepala yang memperindah bentuk tubuh.
2. Mata
Mata berfungsi sebagai alat penglihatan. Tanpa mata tentu kita tidak dapat melihat keindahan yang ada di dunia. Mata menjadi salah satu organ penting dalam tubuh kita.
3. Telinga
Telinga berfungsi sebagai alat pendengaran. Dengan adanya telinga, kita dapat mendengar bunyi atau suara yang beragam, seperti suara tangisan, klakson mobil, suara manusia berbicara, dan lain-lain.
4. Mulut
Fungsi dari mulut adalah sebagai alat bicara dan tempat awal masuknya makanan sebagai asupan energi ke dalam alat-alat pencernaan.
5. Hidung
Hidung berfungsi sebagai alat penciuman. Hidung dapat membaui bermacam-macam bebauan yang ada di bumi ini.
6. Tangan
Tangan merupakan anggota alat gerak. Tangan berfungsi menggerakkan sesuatu yang kita pegang/genggam. 
7. Kaki
Kaki merupakan anggota alat gerak yang berfungsi untuk membantu kita dalam berjalan maupun berlari. Selain itu, kaki pun berfungsi sebagai penopang tubuh terlebih saat kita berdiri.

E. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Saintifik
2. Metode Pembelajaran
Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan penugasan
3. Model Pembelajaran
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) dengan Group Investigation
4. Media/Alat dan Sumber Pembelajaran
a. Buku
b. Internet
c. Gambar anggota tubuh manusia
d. KALUBAKU (Kartu Lucu Bantu Aku)

Langkah-langkah Pembelajaran
A. Pembukaan  (5 Menit)
1. Guru menyapa dan memberi salam kepada siswa.
2. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk memimpin doa di depan kelas.
3. Guru menanyakan kabar siswa kemudian memeriksa daftar hadir siswa.
4. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan kegiatan pembelajaran. 

B. Inti  (25 Menit)
1. Guru memberikan pertanyaan ringan mengenai anggota tubuh manusia.
2. Guru menyanyikan lagu “Dua Mata Saya”
3. Guru mempersilahkan salah satu siswa untuk maju ke depan untuk memimpin siswa lainnya dalam menyanyikan lagu “Dua Mata Saya” bersama-sama.
4. Guru menunjukkan gambar anggota tubuh manusia yang ditempatkan di depan kelas.
5. Guru mengelompokkan siswa ke dalam 7 kelompok.
6. Guru memberikan penugasan pada seluruh kelompok, kemudian menjelaskan aturan main dalam kegiatan belajar mengenai anggota tubuh manusia.
7. Guru mempersilahkan seluruh kelompok untuk memulai pengerjaan tugas yang telah diberikan.
8. Siswa selesai mengerjakan tugas, kemudian siswa perwakilan kelompok dengan bantuan guru menempelkan hasilnya pada gambar anggota tubuh manusia yang diletakkan di depan kelas.
9. Guru menunjuk salah satu siswa dari masing-masing kelompok untuk memaparkan materi sesuai penugasan yang diberikan pada kelompoknya, sedangkan siswa lainnya menyimak.
10. Guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah diajarkan pada siswa.
11. Guru mempersilahkan siswa untuk bertanya mengenai materi yang telah diajarkan pada hari ini.

C. Penutup  (5 Menit)
1. Guru mengevaluasi pembelajaran dengan cara mereview materi yang telah diajarkan, guru memberikan pertanyaan lisan dan siswa menjawab secara lisan, cepat, dan tepat bersama-sama.
2. Guru memberikan hadiah untuk siswa yang aktif selama proses belajar.
3. Guru memberikan motivasi kepada seluruh siswa.
4. Guru menunjuk salah satu siswa untuk memimpin doa di depan kelas sebelum pulang.
5. Guru dan siswa tertib meninggalkan kelas. 

F. Penilaian
Jenis penilaian
a. Penilaian spiritual
Observasi selama pembelajaran berlangsung
b. Penilaian sikap
Observasi selama pembelajaran berlangsung
c. Penilaian pengetahuan
- Lembar latihan kelompok dengan menggunakan KALUBAKU (Kartu Lucu Bantu Aku).
- Pendeskripsian fungsi anggota tubuh oleh siswa.
d. Penilaian keterampilan
1. Kreativitas siswa dalam pembuatan KALUBAKU 
2. Pemaparan siswa mengenai bentuk dan fungsi anggota tubuh 






Serang, 31 Oktober 2016
Wali kelas,




Sofiatuz Zahrotul Uyun

FILSAFAT SEBAGAI HASIL EVOLUSI DAN AJARAN HIDUP

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan adalah hasil suatu perkembangan yang lama. Namun jika perkembangan ke arah keilmuan lebih sesuai dengan kodrat kita, merupakan suatu tuntutan dari kodrat manusia, maka datangnya dorongan akan perkembangan itu akan lebih mudah.
Makin luas pandangan orang, makin sulit kehidupannya, makin berkembang kebudayaannya dan makin luas juga persoalan-persoalan yang dihadapi orang itu. Akan tetapi juga makin banyak cara-cara penyelidikan baru yan ditemukan makin berkembang daya ciptanya untuk memcahkan persoalan yang sulit dan makin terasa pula kebutuhan akan pertanggungjawaban secara ilmiah. Jadi kenyataan membuktikan adanya keinginan dan hasrat pikiran kita untuk mengerti sebab-sebab daripada segala sesuatu itu.
Hasrat ini adalah kesempurnaan pikiran manusia, perlu bagi manusia dan memperkaya manusia. Dengan semakin berkembangnya kebudayaan terasalah keinginan dan kebutuhan manusai untuk menyususn pengetahuan itu secara sistematis, sebab system itu memberikan kepastian, ketelitian, dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar. Jadi tingkatan perkembagan pengetahuan yang disebut filsafat itu datangnya tidak dengan mendadak atau tiba-tiba, melainkan berdasarkan evolusi juga. Tak berlainan dengan perkembangan manusia perseorangan, demikian pula perkembangan bangsa manusia. Hanya dengan evolusinya dapat mencapai perkembangannya. Jadi ada hubungannya antara tingkatan evolusi manusia dengan tingkatan kebudayaannya. Hanya berdasarkan hasil-hasil yag telah dicapai oleh mereka yang telah mendahului kita filsafat dapat berkembang, maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos sampai kepada yang sulit-sulit.
Apabila filsafat dijadikan suatu ajaran hidup, maka ini berarti bahwa orang mengharapkan dari filsafat itu dasar-dasar ilmiah yang dibutuhkannya untuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia sempurna, yang baik, yang susila, dan bahagia.
Tidak hanya ilmu pengetahuan yang teoritis saja, yang praktis juga, artinya yag mencoba menyusun aturan-aturan yang harus dituruti agar hidup kita mendapat isi makna dan nilai. Dan ini sesuai dengan arti filsafat sebagai usaha mencari kebijaksanaan, yang meliputi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam maupun sikap hidup yang benar yang sesuai dengan pengetahuan itu.
Sebenarnya pada hakikatnya keinginan yang terdapat dalam hati kita itu tidak hanya dorongan untuk mengerti saja. Itu hanya satu aspek saja, satu fungsi saja, meskipun satu fungsi yang sangat penting bagi keseluruhan manusia. Karena itu, dorongan untuk mengerti dengan sedalam-dalamnya itu berarti dorongan untuk mengerti bagaimanakah sebenarnya hakikat kenyataan itu, bagaimanakah hakikat manusia itu, untuk dapat hidup menurut kebenaran itu. Inilah yang menyebabkan filsafat berarti mencari pandangan hidup, mencari pegangan dan pedoman hidup.
Maka tidak mengherankan bahwa filsafat dalam sejarahnya dipandang sebagai ajaran hidup juga. Demikian halnya misalnya pada zaman dulu antara lain pada masa Pythagoras, Plato, dan lain-lain.




Sumber:
Salam, Burhanudin. 2009. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Minggu, 25 Desember 2016

Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth)

Kadang-kadang teori ini disebut teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat. Kattsoff dalam buku Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia karya Surajiyo, menguraikan tentang teori pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, penyataan itu adalah benar. Misalnya pengetahuan naik bis, kemudian akan turun dan bilang kepada kondektur ‘kiri’, kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri, penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat karena bisa berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.
Apa yang dikemukakan oleh teori korespondensi dapat menyelesaikan secara tuntas pekerjaan dalam mencari kebenaran. Tetapi kehidupan sehari-hari menuntut sesuatu yang lebih praktis dan langsung menimbulkan konsekuensi yang menguntungkan. Pragmatisme mewarnai pandangannya sebagai berikut: Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi kegunaannya. James mengatakan bahwa ‘Tuhan itu ada’adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan. Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat memberikan kesejukan hati, sehingga ada kemampuan batin untuk menerima segala bentuk perubahan. Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran sebagai berikut: Dimisalkan kita sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin bahwa ‘jalan keluarnya adalah ke arah kiri’. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri. Selanjutnya, pernyataan ini benar apabila arah kiri pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi posistif, yaitu benar-benar membawa kita keluar dari hutan. Jadi kebenaran menurut pragmatisme ini bergantung kepada kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (work ability) dan kemungkinan yang memuaskan (satisfactory results). Persoalan yang segera muncul adalah apakah asas muncul yang cenderung subjektif itu justru tidak mengingkari asas objektivitas sebagai tujuan ilmu pengetahuan dalam dirinya sendiri? Work ability adalah sesuatu yang mungkin dapat menuntun ke arah pemecahan masalah. Tetapi jika hal ini hanya bergantung sepenuhnya dengan keyakinan, maka spekulasi yang bisa menimbulkan kesesatan perlu dipertimbangkan. Satisfactory results juga belum tentu selalu dalam konteks kebenaran. Bukankah kita sering melihat bahwa hal itu muncul dari perbuatan yang tidak benar? Banyak pengacara yang puas dengan keberhasilan pembelaannya, padahal perkara itu seharusnya tidak perlu dibela. Banyak pula penyalahgunaaan hak yang mendatangkan kepuasan hidup dan kehidupan ini.
Teori pragmatisme menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karya Burhanuddin Salam, menyatakan bahwa kebenaran ialah sesuatu yang praktis, yang “bekerja”. Kebenaran tidaklah “ada”, melainkan “terjadi”. Kebenaran adalah proses pemeriksaan terhadap (benar-tidaknya) sesuatu dalam praktek pelaksanaan. Karena itu kebenaran tidak pernah sempurna-abadi, melainkan dalam proses berubah-ubah. Sesuatu disebut benar, hanya kapan berguna, mampu memecahkan problema yang ada.
Teori Pragmatisme mengaitkan kebenaran pada daya guna objek. Objek menurut teori ini, bukanlah “hipotesa kerja” sebagaimana anggapan kedua teori di atas, melainkan ia sudah menjadi “alat kerja”. Sekalipun kenyataan praktek memperlihatkan bahwa pengakuan orang terhadap sesuatu didasarkan atas kegunaannya, namun kriteria kegunaan yang berlaku umum dan langgeng; sulit, bila tidak mustahil, ditemukan. Apa yang berguna berlaku terbatas dan berlangsung terbatas pula. Tepat apa yang dinyatakan dalam pepatah “habis manis sepah dibuang”. Dapatkah diperkenankan bahwa orang mengingkari sesuatu yang pernah berjasa memberikan “kepuasan: kepadanya? Manusiawikah tindakan seperti itu?





Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)

Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori tersebut berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. Teori ini berpandangan bahwa suatu propoisi bernilai benar apabila saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. Misalnya pengetahuan ‘air akan menguap jika dipanasi sampai dengan 100 derajat’. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar kalau kemudian dicoba memanasi air dan diukur sampai seratus derajat, apakah air menguap! Jika terbukti tidak menguap maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah, dan jika terbukti air menguap, maka pengetahuan tersebut dinyatakan benar.
Kalau teori koherensi diterima oleh kebanyakan kaum idealis, maka teori korespondensi lebih bisa diterima oleh kaum realis. Teori korespondensi ini mengatakan bahwa seluruh pendapat mengenai suatu fakta itu benar jika pendapat itu sendiri disebut fakta yang dimaksud. Dengan kata lain, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Terhadap suatu pendapat yang menyatakan bahwa ‘di luar hawanya dingin’ misalnya, maka teori ini menuntut adanya fakta bahwa dingin itu benar adanya atau nyata berada di luar, bukan hanya ide tentang hawa dingin itu saja. Kalau teori koherensi bersifat rasional-aprioris, maka teori korespondensi ini bersifat empiris-aporterioris. Kalau teori koherensi menekankan adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, logis, dan sistematis maka teori korespondensi menekankan pada apakah ide-ide itu merupakan fakta sendiri atau bukan. Persesuaian antara arti yang dikandung di berbagai pendapat dengan apa yang merupakan fakta-faktanya merupakan kriteria bagi teori korespondensi. Persoalan yang segera muncul dari pernyataan tentang fakta itu merupakan suatu ide yang sifatnya psikis. Lalu fakta itu sendiri mempunyai sifat non-psikis. Mungkinkah antara yang psikis dan non-psikis itu bisa sesuai? Rogers mengatakan bahwa, kebenaran itu terletak pada kesesuaian antara esensi atau arti yang diberikan dengan esensi yang terkandung dalam diri hal atau objek itu sendiri. Tampak jelas dalam pendapat ini bahwa yang bersesuaian itu adalah esensi objek atau fakta sebagai arti dengan esensi yang terdapat dalam objek atau faktanya sendiri. Russel memperjelaskanya dengan mengatakan bahwa kebenaran adalah persesuaian antara arti yang terkandung oleh perkataan-perkataan yang telah ditentukan, dan kesesuaiannya berupa identiknya arti-arti tersebut.
Menurut John S. Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies of Education, teori korespondensi berpendapat bahwa kebenaran ialah hubungan antara subjek yang menyadari dengan objek yang disadari. Kebenaran sudah ada di luar diri nmanusia, yaitu dalam dunia ini. Manusia tinggal mencari dan menemukannya. Karena itu kebenaran lebih ditentukan oleh faktor eksternal, bukan internal. (Burhanuddin Salam, 1997).
Teori korespondensi menggantungkan kebenaran pada adanya ‘hubungan’ antara subjek dan objek. Ketiadaaan hubungan berarti ketiadaaan kebenaran. Belum mantapnya kebenaran dan tidak adanya jaminan tentang apakah memang sungguh-sungguh ada hubungan antara subjek dan objek, menjadi kritik yang tak dapat teori ini ingkari. Peristiwa ‘salah paham’ yang acapkali terjadi menunjukkan bukti kekeliruan orang dalam menguhubungkan diri dengan objek. Juga ‘berubah kesan’ yang diakibatkan oleh hubungan yang berulang-ulang terhadap objek yang sama, menunjukkan kelemahan teori ini. (Burhanuddin Salam, 1997).





Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)

Teori Koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Dalam buku Element of Philosophy, teori koherensi dijelaskan “… suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dengan memperhatikan pendapat tersebut, dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi itu benar bila mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis. Sebagai contoh, kita mempunyai pengetahuan bahwa runtuhnya kerajaan Majapahit adalah tahun 1478. Dalam hal ini kita tidak dapat membuktikan secara langsung dari isi pengetahuan itu, melainkan hanya bisa membuktikan melalui hubungan dengan proposisi terdahulu, baik dalam buku-buku sejarah atau peninggalan sejarah yang mengungkapkan kejadian itu.
Teori Koherensi sering disebut juga teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran. Bradley mengatakan, bahwa suatu proposisi itu cenderung benar dan koheren dengan proposisi benar yang lain, atau jika arti yang dikandungnya itu koheren dengan pengalaman. Kaum idealis menandaskan bahwa kebenaran tentu merupakan sifat yang dimiliki oleh ide kita, karena semua hal yang kita ketahui itu adalah ide-ide, bukan barang atau halnya sendiri. Oleh sebab itu kebenaran terletak pada saling berhubungan di antara ide-ide tentang sesuatu yang ditangkap di alam pikiran. Tingkat saling hubungan adalah ukuran bagi tingkat kebenaran itu sendiri. Semakin terdapat saling hubungan di antara ide-ide yang makin meluas maka akan menunjukkan kesahihan kebenaran yang semakin jelas pula. Dalam dunia pengadilan, misalnya, semakin kuat saling hubungan antara seluruh kesaksian, maka semakin kuat pula adanya kebenaran itu. Menghadapi teori koherensi ini, orang mudah untuk menerimanya begitu saja karena memang logis dan dapat diterima oleh akal sehat serta tidak bertentangan. Namun demikian saling hubungan di antara ide-ide itu secara logis bisa saja palsu. Maka perlu kita sangsikan kemampuan implikasi fakta itu sendiri? Lebih dari itu, teori ini menekankan pada sifat rasional dan intelektual. Padahal realitas itu ada dalam dirinya sendiri yang juga mempunyai sifat irrasional.
Selain itu teori konsistensi menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karangan Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa kebenaran ialah ketetapsamaan kesan antar-subjek terhadap objek yang sama. Seberapa jauh konsistensi terhadap tanggapan subjek yang satu dengan subjek yang lain, menentukan validitas dari kebenaran yang tertangkap. Menurut teori ini, tidaklah cukup menjamin bahwa hubungan subjek-subjek disebut kebenaran, meningkat watak setiap subjek yang selalu cenderung ke arah subjektivitas.
Teori Konsistensi mengandalkan kebenaran pada kesepakatan antar subjek terhadap objek yang sama. Meskipun teori ini berusaha menghindari untuk tidak terjerumus pada kelemahan-kelemahan korespondensi, namun teori ini tidak bisa mengelak pada kenyataan bahwa kesepakatan bisa saja menghasilkan sesuatu yang bahkan bukan benar. “Mengeroyok” apa pun dalihnya, jelas merupakan kesepakatan yang tidak benar = kesepakatan yang melawan hukum. Begitu pula “menghukum beramai-ramai” adalah serupa dalam pengeroyokan dalam hal adanya kesepakatan bersama. Hanya saja menghukum beramai-ramai, mengandung implikasi kebenaran (moral) yang disalahgunakan.




Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

4 CARA BERBEDA ORANG AKAN BERIMAN KEPADA ALLAH

1. Iman yang disebabkan oleh akal sehat
Seseorang dengan tipe ini akan beriman kepada Allah hanya dengan berfikir dengan menggunakan akal sehatnya. Seperti berfikir tentang manusia yang dari dulu hingga sekarang pasti ada penciptanya. Manusia tidak mungkin dapat menciptakan dirinya sendiri. Seperti yang disebutkan pada firman Allah:
Apakah mereka ini diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) (QS; At-Thur:35)

2. Iman yang disebabkan reward (hadiah)
Sewaktu kecil mungkin kita biasa mendengar kalimat yang mengatakan bahwa jika kita melakukan suatu perbuatan baik, maka kita akan mendapatkan pahala dan masuk surga. Ternyata bagi sebagian orang ini dapat membuat mereka seketika mempercayai eksistensi tuhan mereka dan termotivasi untuk selalu berbuat baik agar dapat masuk surga.

3. Iman yang disebabkan oleh hukuman
Kebalikan dari reward, hukuman juga dapat membuat sebagian orang takut dan akhirnya beriman kepada Allah. Hukuman yang diberikan ketika masih berada di dunia hingga panasnya api neraka dapat membuat sebagian orang berfikir dua kali untuk tetap melakukan larangan-larangannya. Semoga kita semua terhindar dari hukuman di dunia dan azab api neraka.

4. Iman yang disebabkan oleh logika
Bagi sebagian orang, ketiga hal yang disebutkan diatas tidak dapat membuat mereka yakin begitu saja dengan keberadaan Allah SWT. Biasanya ini adalah orang-orang yang biasa menggunakan logikanya dalam berfikir. Orang-orang yang memiliki tipe seperti ini harus mau mempelajari lebih dalam tentang islam dan mencari kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Logika seperti apakah yang akan membuat orang-orang ini akan beriman kepada Allah? Salah satunya ialah logika tentang kebenaran akan isi Al-quran yang membantu para ilmuan untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta. Di luar sana ada beberapa pemuka islam yang juga memiliki tipe seperti ini, salah satunya adalah Zakir Naik dan Ahmed Deedad.

Itulah 4 tipe berbeda yang menyebabkan seseorang akan beriman kepada Allah. Sudah sepatutnya kita untuk dapat memahami diri sendiri dan menggali lebih dalam tentang islam agar kita bisa mencintai sang khalik dan selamat di dunia dan akhirat.

Apakah semua Filsafat Bernilai Benar??

Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan sampai kini.
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak. Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indera? Yang jelas, bagi seorang skeptik pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan itulah yang merupakan kebenaran.
Secara tradisional untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak, bisa dilihat melalui teori-teori kebenaran sebagai berikut.
1. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya. Teori kebenaran semantik dianut oleh paham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat Analitika Bahasa. Misalnya filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti cinta akan kebijaksanaan. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar kalau ada referensi yang jelas. Jika tidak mempunyai referensi yang jelas maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah.

2. Teori Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika. Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak ada subjek maka kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat, Seperti ‘semua korupsi’, ini bukan kalimat standar karena tidak ada subjeknya.

3. Teori Kebenaran Nondeskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statement atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

4. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistic yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya, Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan, Misalnya suatu lingkaran adalah bulat, ini telah memberikan kejelasan dalam pernyataan itu sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu garis yang sama jaraknya dari titik yang sama, sehingga berupa garis yang bulat.





Sumber:
Hasan, Erliana. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama.
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013

Perubahan kurikulum dari masa ke masa, baik di Indonesia maupun di negara lain, disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang setiap tahunnya selalu berkembang dan tuntutan zaman yang selalu berubah tanpa bisa dicegah. Perkembangan kurikulum diharapkan dapat menjadi penentu masa depan anak bangsa, oleh karena itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat dilaksanakan di Indonesia sehingga akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada kemajuan bangsa dan negara.
Kurikulum yang terbaru yaitu kurikulum 2013 yang mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada sekolah yang ditunjuk pemerintah maupun sekolah yang siap melaksanakannya. Meskipun masih premature, namun ada beberapa hal yang dirasakan oleh banyak kalangan terutama yang langsung berhadapan dengan kurikulum itu sendiri. Terdapat beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum tersebut yaitu keunggulan dan kekurangan yang terdapat disana-sini.
1. Kekurangan Kurikulum 2013
Kekurangan yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut :
a. Kurikulum 2013 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis. Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
b. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. Pemerintah melihat seolah-olah guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.
c. Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini berdampak pada dikesampingkannya mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Padahal, mata pelajaran non-UN juga memberikan kontribusi besar untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
d. Pemerintah mengintegrasikan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar.

2. Kelebihan kurikulum 2013
Kelebihan kurikulum 2013 yakni sebagai berikut:
Pada kurikulum 2013 ini, siswa lebih ditekankan untuk berpikir lebih kreatif, inovatif, cepat tanggap dan juga melatih keberanian seorang siswa. Pada kurikulum 2013 ini jugalah seorang siswa akan dilatih kemampuan logikanya agar dapat memecahkan suatu permasalahan (soal). Dalam kurikulum 2013 ini juga diberikan atau dimasukkan unsur-unsur kehidupan dan juga unsur keagamaan untuk membentuk siswa yang berkarakter.





Sumber:
Mulyasa, E. 2015. Pengembangan Dan Impementasi Kurikulum 2013.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Penilaian Proses Pembelajaran

Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Dalam hal ini, penilaian proses dilakukan untuk menilai aktivitas, kreativitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, terutama keterlibatan mental, emosional, dan sosial dalam pembentukan kompetensi serta karakter peserta didik.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (80%). Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian proses dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan refleksi. Pengamatan dapat dilakukan oleh guru ketika peserta didik sedang mengikuti pembelajaran, mengajukan pertanyaan atau permasalahan, merespon atau menjawab pertanyaan, berdiskusi, dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran lainnya, baik dikelas maupun diluar kelas. Dalam implementasi kurikulum, pengamatan dapat dilakukan oleh sesama guru, saling mengamati, karena kurikulum ini mendorong team teaching dalam pembelajaran, terutama dalam pembelajaran tematik integratif. Pengamatan juga bisa dilakukan oleh pendamping, karena dalam implementasi Kurikulum 2013 rencananya ada program pendampingan sehingga guru akan didampingi oleh ahli kurikulum dan pembelajaran.
Disamping melalui pengamatan (observasi), penilaian proses juga dapat dilakukan melalui refleksi. Refleksi bisa dilakukan oleh guru bersama peserta didik, dengan melibatkan guru lain (observer), atau pendamping. Refleksi juga bisa melibatkan kepala sekolah, agar ditindaklanjuti dengan pengembangan kebijakan sekolah. Refleksi ini merupakan tindak lanjut dari pengamatan (observasi), sehingga apa-apa yang dibicarakan dalam refleksi adalah hasil observasi, beserta hasil-hasil lain yang muncul dalam pembelajaran.
Dalam implementasi Kurikulum 2013, penilaian proses baik yang dilakukan melalui pengamatan maupun refleksi harus ditujukan untuk memperbaiki program pembelajaran dan peningkatan kualitas layanan kepada peserta didik. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendorong terjadinya peningkatan kualitas secara berkesinambungan (continues quality improvement), sehingga dapat menumbuhkan budaya belajar sekaligus budaya kerja untuk menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran

Seorang guru dalam perencanaan proses pembelajaran diharuskan memiliki pengetahuan serta kemampuan dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan. Pendekatan pembelajaran tersebut dapat menjadi acuan guru dalam memberikan respon-respon yang tepat terhadap muridnya selama proses pembelajaran berlangsung. Terdapat berbagai macam pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan, pendekatan-pendenkatan tersebut antara lain pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learing), bermain peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar tuntas (mastery learning).

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual yang sering disingkat dengan CTL merupakan konsep belajar yang membentu gutu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kegidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keteramplilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questing), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (autentic assesment). Menurut zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajran kontekstual:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning);
b. Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian mempehatikan detailnya;
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara: Hipotesis, Melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu, Konsep tersebut direvisi dan dikembangkan;
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge);
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan tersebut;

2. Bermain Peran (Role Playing)
Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kleas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara-cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal in, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubunganantar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secra bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini para peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.

3. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Istilah belajar tuntas diangkat dari pengertian tentang apa yang disebut dengan “situasi belajar”. Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar. Ada peserta didik yang cepat menguasai pelajaran sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam proses interaksi kelas. Disamping itu ada pula peserta didik yang lambat sehingga tingkat partisipasinya rendah. Mereka yang terakhir ini akan mengalami kesukaran dalam mengikuti keepatan belajar yang digunakan guru. Mereka akan mengalami kesulitan apalagi bantuan yang diberikan terhadap mereka kurang sekali.
Bagi siswa yang tingkat penguasaannya rendah diperlukan perbaikan yang terus menerus. Itulah sebabnya dalam filsafat belajar, 10x2 lebih baik dari pada 2x10. Taraf belajar tuntas ini dapat diformulasikan penentuan proporsi waktu yang tersedia untuk belajar secara tepat dengan waktu yang dibutuhkan untuk belajar.
Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik apabila tujuan pengajaran yang hendak dicapai itu adalah tujuan yang termasuk ranah kognitif dan psikomotorik. Pencapaian ranah afektif tidak sesuia dengan menggunakan model belajar tuntas, karena kejelasan (ketuntasan) keterukurannya sukar sekali. Sebaliknya, ranah kognitif dan psikomotorik memiliki batasan ketuntasan yang lebih jelas dan lebih mudah dirumuskan menjadi obyek yang dapat dikuantifikasi.
Bentuk pengajaran dalam model-model belajar tuntas ini bisa dilaksanakan secara individual, tetapi dapat juga secara berkelompok. Pengajaran individual dapat dilakukan didalam kelas, dalam arti perlakuan terhadap peserta didik tetap bersifat individual sesuai dengan kemajuan dan kemmapuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Tentu saja strategi individual ini memerlukan kelengkapan perangkat penunjang seperti modul, laboratorium, ataupun teaching machine.

4. Pembelajaran Partisipatif
Pada hakekatnya belajar merupakan intaraksi antara peserta didik dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan atau partisipasi yang tinggi dari pseserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilam pembelajaran.
Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menggapi respon peserta didik secara positif, menggunakan pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.
Pembelajaran partisipatif sering juga diartikan sebagai keterlibatan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran partisipati antara lain dapat dapat dilihat dari keterlibatan emosional dan mental peserta didik, kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan dan dalam pembelajaran terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

Sabtu, 24 Desember 2016

Memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran

Seorang guru dalam perencanaan proses pembelajaran diharuskan memiliki pengetahuan serta kemampuan dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk digunakan. Pendekatan pembelajaran tersebut dapat menjadi acuan guru dalam memberikan respon-respon yang tepat terhadap muridnya selama proses pembelajaran berlangsung. Terdapat berbagai macam pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan, pendekatan-pendenkatan tersebut antara lain pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), bermain peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar tuntas (mastery learning).

1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual yang sering disingkat dengan CTL merupakan konsep belajar yang membentu gutu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kegidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keteramplilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questing), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (autentic assesment). Menurut zahorik ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajran kontekstual:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning);
b. Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian mempehatikan detailnya;
c. Pemahaman pengetahuan (undrestanding knowledge), yaitu dengan cara: Hipotesis, Melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu, Konsep tersebut direvisi dan dikembangkan;
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge);
e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengetahuan tersebut;


2. Bermain Peran (Role Playing)
Dalam pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kleas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara-cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal in, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubunganantar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secra bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah tersebut dilakukan secara demokratis. Dengan demikian melalui model ini para peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.

3. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Istilah belajar tuntas diangkat dari pengertian tentang apa yang disebut dengan “situasi belajar”. Dalam situasi belajar terdapat aneka macam kecepatan individu sebagai peserta belajar. Ada peserta didik yang cepat menguasai pelajaran sehingga ia dapat berpartisipasi penuh dalam proses interaksi kelas. Disamping itu ada pula peserta didik yang lambat sehingga tingkat partisipasinya rendah. Mereka yang terakhir ini akan mengalami kesukaran dalam mengikuti keepatan belajar yang digunakan guru. Mereka akan mengalami kesulitan apalagi bantuan yang diberikan terhadap mereka kurang sekali.
Bagi siswa yang tingkat penguasaannya rendah diperlukan perbaikan yang terus menerus. Itulah sebabnya dalam filsafat belajar, 10x2 lebih baik dari pada 2x10. Taraf belajar tuntas ini dapat diformulasikan penentuan proporsi waktu yang tersedia untuk belajar secara tepat dengan waktu yang dibutuhkan untuk belajar.
Model belajar tuntas dapat digunakan dengan baik apabila tujuan pengajaran yang hendak dicapai itu adalah tujuan yang termasuk ranah kognitif dan psikomotorik. Pencapaian ranah afektif tidak sesuia dengan menggunakan model belajar tuntas, karena kejelasan (ketuntasan) keterukurannya sukar sekali. Sebaliknya, ranah kognitif dan psikomotorik memiliki batasan ketuntasan yang lebih jelas dan lebih mudah dirumuskan menjadi obyek yang dapat dikuantifikasi.
Bentuk pengajaran dalam model-model belajar tuntas ini bisa dilaksanakan secara individual, tetapi dapat juga secara berkelompok. Pengajaran individual dapat dilakukan didalam kelas, dalam arti perlakuan terhadap peserta didik tetap bersifat individual sesuai dengan kemajuan dan kemmapuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Tentu saja strategi individual ini memerlukan kelengkapan perangkat penunjang seperti modul, laboratorium, ataupun teaching machine.

4. Pembelajaran Partisipatif
Pada hakekatnya belajar merupakan intaraksi antara peserta didik dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan atau partisipasi yang tinggi dari pseserta didik dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilam pembelajaran.
Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menggapi respon peserta didik secara positif, menggunakan pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrumen, dan menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.
Pembelajaran partisipatif sering juga diartikan sebagai keterlibatan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Indikator pembelajaran partisipati antara lain dapat dapat dilihat dari keterlibatan emosional dan mental peserta didik, kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan dan dalam pembelajaran terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.

Peranan Guru dalam Pendidikan

Peranan adalah suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut pola tingkahlaku tertentu pula dan tingkah laku mana akan merupakan ciri khas dari tugas atau jabatan tadi. Peranan guru adalah setiap pola tingkah laku yang merupakan ciri-ciri jabatan guru yang harus dilakukan guru dalam tugasnya. Peranan ini meliputi berbagai jenis pola tingkah laku, baik dalam kegiatannya di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Guru yang dianggap baik ialah mereka yang berhasil dalam memerankan peranan-peranan itu dengan sebaikbaiknya, artinya dapat menunjukkan suatu pola tingkah laku yang sesuai dengan jabatannya dan dapat diterima oleh lingkungan dan masyarakat.
Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (civic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengan logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.

Berikut ini enam peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi.
1. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.

2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

3. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.

4. Peran guru sebagai pelajar (learner). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan zaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.

5. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.

6. Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci didalam keseluruhan proses pendidikan, terutama dalam pendidikan formal bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. Peranan yang sedemikian itu akan semakin tampak jika dikaitkan dengan kebijaksanaan dan program pembangunan dalam pendidikan dewasa ini, yaitu yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, yang diarahkan kepada peningkatan mutu lulusan atau hasil pendidikan itu sendiri. Dalam keadaan semacam itu, guru sudah seharusnya memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
Guru bukan hanya sekedar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai penerap metode mengajar, melainkan guru adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan siswa. Dalam keseluruhan pendidikan, guru merupakan faktor utama. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memegang berbagai jenis peranan yang harus dilaksanakan.
Guru yang dianggap baik ialah mereka yang berhasil dalam memerankan peranan-peranan itu dengan sebaik-baiknya. Terdapat beragam pendapat mengenai peranan guru, di antaranya sebagai berikut.
1. Guru sebagai mediator kebudayaan
Dalam peranan ini guru merupakan seorang perantara di dalam suatu proses pewarisan kebudayaan. Dalam peranannya sebagai mediator, kebudayaan maka seorang guru harus sanggup memberikan, mengajarkan,dan membibing berbagai ilmu pengetahuan,ketrampilan dan sikap kepada muridmuridnya. Guru tersebut harus menguasai berbagai aspek kebudayaan dengan sebaik baiknya, karna guru merupakan cermin dari kemajuan dan perkembangan kebudayaan.

2. Guru sebagai pembimbing
Dalam tugas pokoknya yaitu mendidik, guru harus membantu agar anak mencapai kedewasaan secara optimal, artinya kedewasaan yang sempurna sesuai dengan norma dan sesuai pula dengan kodrat yang dimilikinya. Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing maka seorang guru harus:
a. Mengumpulkan data tentang murid
b. Mengamati tingkah laku murid dalam situasi sehari hari
c. Mengenal murid murid yang memerlukan bantuan khusus
d. Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua murid, baik secara individual maupun secara kelompok untuk memperoleh saling prngertian dalam pendidikan anak
e. Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah murid
f. Membuat catatan pribadi murid serta menyiapkan dengan baik
g. Menyelenggarakan bimbingan kelompok ataupun individual
h. Bekerjasama dengan petuga petugas bimbingan lainnya, untuk membantu memecahkan masalah murid-muridnya
i. Bersama sama dengan petugas bimbingan lainnya, menyusun program bimbingan sekolah
j. Meniliti kemajuan murid baik di sekolah maupun di luar sekolah.

3. Guru sebagai mediator antara sekolah masyarakat
Peran ini mengandung arti bahwa kelancaran hubungan antara sekolah dan masyarakat adalah merupakan tugas dan tanggung jawab pula bagi guru. Lancar tidaknya hubungan tersebut akan tergantung kepada tingkat kemampuan guru dalam memainkan peranan ini, maka guru seharus nya mampu:
a. Memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat tentang kebijaksanaan pendidikan yang sedang berlangsusng atau yang akan ditempuh
b. Menerima usul-usul atau pertanyaan dari pihak masyarakat tentang pendidikan
c. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antara sekolah dan masyrakat, khususnya dengan orang tua murid
d. Bekerjasama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan
e. Menyelenggarakan hubungan yang sebaik-baiknya antara sekolah dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan pendidikan
f. Guru merupakan suara sekolah di masyarakat dan suara mayarakat di sekolah.

4. Guru sebagi penegak disiplin
Dalam peranan ini guru harus menegakkan suatu disiplin baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru harus menjadi teladan bagi terlaksananya suatu disiplin. Juga guru harus membimbing murid agar menjadi warga sekolah dan masayarakat yang disiplin.

5. Guru sebagi administrator dan manajer kelas
Sebagai administrator tugas seorang guru harus dapat menyelenggarakan program pendidikan dengan sebaik baiknya. Guru harus mengambil bagian dalam perencanaan kegiatan pendidikan, mengatur dan menyusun berbagai aspek dalam pendiddikan, mengarahkan kegiatan kegiatan dalam pendidikan, melaksanakan segala rencana dan kebijaksanaan pendidikan, merencanakan dan menyusun biaya, dan mengawasi serta menilai kegiatan kegiatan pendidiakan.

6. Guru sebagai anggota suatu profesi
Pekerjaan guru sebagai suatu profesi berarti bahwa guru merupakan seorang yang ahli. Sebagai anggota suatu profesi maka guru harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tertentu yaitu keterampilan keguruan. Kemampuan untuk membimbing murid, merupakan salah satu aspek keterampilan profesi guru. Disamping itu seorang guru harus menunjukkan, mempertahankan serta mengembangkan keahliannya itu.





Sumber:
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

FUNGSI GURU

Menurut Mulyasa fungsi guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Selain itu, Fungsi guru adalah menyususun kurikulum pada mengacu pada rambu-rambu KTSP, membuat silabus pembelajaran/bimbingan konseling, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan konseling (yang di dalamnya meniscayakan kemampuan pengelola kelas atau ruang–ruang kegiatan pembelajaran berjalan).
Adapun fungsi guru dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengajar 
Dalam fungsi mengajar ini terkandung makna fungsi guru sebagai pendidik. Apabila guru mengajar berarti pula ia mendidik siswa-siswanya. Dengan mengajar guru bukan saja menyampaikan ilmu pengetahuan tetapi juga membagun kepribadian siswa. Sebagai pengajar, seorang guru dituntut kemampuan mengorganisasikan proses seperti membuat satpel, memilih dan menggunakan metode dan alat pengajaran serta menilai hasil belajar siswa.

2. Membimbing
Suatu ilmu pengetahuan yang telah berkembang dalam pendidikan guru adalah yang mengenal bimbingan dan penyuluhan, kepada siswa-siswanya. Dengan bimbingan dan penyuluhan itu siswa akan dibantu mengatasi kesulitan-kesulitan belajar mereka. Siswa pasti akan menghadapi kesukaran ketika belajar karena banyak faktor yang mempengaruhi siswa. Tanpa memberikan bantuan untuk mengatasi kesukaran yang dihadapi siswa, maka tujuan yang telah direncanakan tidak akan tercapai, oleh karenanya memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada siswa sebagai fungsi guru.

3. Mengerjakan tugas-tugas administrasi
Semua guru pada suatu sekolah turut bertanggung jawab mengenai pelaksanaan sebagian besar tugas administrasi sekolah. Kelas sendiri merupakan salah satu unit administrasi sekolah dan guru bertanggungjawab atas administrasi kelas. Kelas sebagai unit organisasi tidak terlepas dari unit sekolah yang lebih besar dipimpin oleh kepala sekolah. Sebagai anggota kelompok akademik guru berkewajiban pula melakukan kegiatan akademik seperti menjadi panitia penyusunan kurikulum, mengurus administrasi siswa seperti pengisian daftar hadir, rapor, dan lain-lain.

4. Melakukan tugas-tugas dalam hubungan masyarakat
Sekolah tidak terpisah dari masyarakat, karena siswa maupun guru adalah anggota masyarakat. Guru biasanya mempunyai kesempatan untuk menggunakan fasilitas atau sumber masyarakat bagi kepentingan sekolah. Kalau hal ini dilakukan maka secara langsung fungsi mengajar dibantu pelaksanaanya.

5. Melakukan kegiatan-kegiatan profesional
Fungsi guru yang lain adalah turut membina dan mengembangkan organisasi profesinya, yaitu organisasi yang mengabdi pada usaha memajukan pendidikan yang baik dan meningkatkan mutu kesejahteraan sosial guru, misalnya dengan menulis artikel mengenai pendidikan, kegiatan-kegiatan yang menyangkut kesejahteraan guru, mengikuti kursus-kursus, seminar dan lain-lain.

Kelima fungsi guru di atas tidaklah terpisah satu dengan yang lain, bahkan beberapa fungsi itu di dalam pelaksanaannya dapat berlangsung bersamaan. Di samping penggolongan di atas adapula yang mengelompokan fungsi dan peran guru seperti di bawah ini:
a. Guru sebagai pengelola proses pembelajaran
b. Guru sebagai moderator
c. Guru sebagai motivator
d. Guru sebagai fasilitator
e. Guru sebagai evaluator 
Jadi, yang dimaksud fungsi guru di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Guru sebagai pengelola proses pembelajaran
Guru sebagai moderator kelas merupakan suatu organisasi yang semestinya dikelola dengan baik, mengacu pada fungsi-fungsi tersebut administrasi yang ada dan sudah lama berlaku adalah perencanan, pembagian tugas, penentuan staf, pengarahan, pengkoordinasian, dan penilaian guru harus bertindak sesuai pada tujuan organisasi kelas.
2. Guru sebagai moderator
Guru diharapkan tidak hanya menyampaikan materi tetapi lebih sebagai moderator, yaitu mengatur lalu lintas pembicaraan, jika ada alur pembicaraan yang tidak dapat diselesaikan oleh siswa maka gurulah yang wajib mendamaikan perselisihan siswa tersebut. Selain itu guru mempunyai kewajiban juga mengarahkan siswa untuk menyimpulkan hasil pembahasan materi pelajaran.
3. Guru sebagai motivator
Guru harus dapat memberi motivasi yang memancing kemauan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar yakni guru haruslah memberikan stimulus yang baik terhadap peserta didik agar proses pembelajaran sejalan dengan tujuan pembelajaran.
4. Guru sebagai fasilitator
Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning). Selain itu, Guru harus memberikan kemudahan dan sarana kepada siswa agar dapat aktif belajar menurut kemampuannya.
5. Guru sebagai evaluator
Setiap kegiatan selalu diikuti oleh evaluasi jika orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut menginginkan terjadinya peningkatan atas kegiatannya pada masa yang akan datang. Guru merupakan orang yang paling tahu dan bertanggungjawab tentang terjadinya proses pembelajaran serta otomatis dituntut mengadakan evaluasi terhadap hasil dan proses pembelajaran yang berlangsung.

Fungsi seorang guru pada dasarnya adalah sama yaitu seorang guru mempunyai fungsi utama adalah mengajar, memberikan ilmu kepada anak didiknya melalui proses belajar mengajar, membangun kepribadian siswa, mengelola kelas sebagai suatu organisasi kemudian membimbing siswa untuk menjadi siswa yang cerdas dan menjadi makhluk yang berbudi luhur sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Guru bukan hanya sekedar penyampai pelajaran, bukan pula sebagai penerap metode mengajar, melainkan guru adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilan serta perwujudan dirinya dalam berinteraksi dengan siswa. Dalam keseluruhan pendidikan, guru merupakan faktor utama. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memegang berbagi jenis peranan yang harus dilaksanakan. Peranan adalah suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu. Setiap jabatan atau tugas tertentu akan menuntut pola tingkahlaku tertentu pula dan tingkah laku mana akan merupakan ciri khas dari tugas atau jabatan tadi. Peranan guru adalah setiap pola tingkah laku yang merupakan ciri-ciri jabatan guru yang harus dilakukan guru dalam tugasnya. Peranan ini meliputi berbagai jenis pola tingkah laku, baik dalam kegiatannya di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Guru yang dianggap baik ialah mereka yang berhasil dalam memerankan peranan-peranan itu dengan sebaik-baiknya, artinya dapat menunjukkan suatu pola tingkah laku yang sesuai dengan jabatannya dan dapat diterima oleh lingkungan dan masyarakat.





Sumber:
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
————. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

APA ITU GURU??

Menurut Oemar Hamalik yang dikutip pada bukunya yang berjudul “Dasar–dasar Pengembangan Kurikulum” menyatakan bahwa guru merupakan titik sentral, yaitu sebagai ujung tombak di lapangan dalam pengembangan kurikulum, keberhasilan belajar-mengajar antara lain ditentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru. Guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofesional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Pada saat sekarang, seperti telah dijelaskan juga di depan, sebagian orang cenderung menyatakan guru sebagai suatu profesi, dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Guru merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Guru merupakan sebuah profesi atau pekerjaan yang bersifat profesional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oeh mereka yang karena tidak ada pekerjaan lain. Dengan demikian untuk menjadi seorang guru yang profesional harus mempersiapkan diri secara khusus baik dalam pendidikan maupun penguasaan materi. Suatu profesi menuntut persyaratan yang mendasar, ketrampilan teknis yang lebih rinci, serta kepribadian tertentu. Ciri-ciri dan syarat profesi adalah sebagai berikut:
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan kepentingan pribadi.
2. Seseorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
8. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup dan menjadi seorang anggota yang permanen.

Berdasarkan syarat serta ciri-ciri profesi di atas, dapat dijabarkan bahwa guru merupakan suatu profesi yang profesional. Hal tersebut didasari oleh hal-hal berikut.
1. Suatu profesi betujuan untuk melayani masyarakat
Mengajar adalah pekerjaan melayani masyarakat yaitu mendidik anak-anak untuk mencerdaskan kehidupan bangsa pada masa mendatang.
2. Suatu profesi berpangkal pada ilmu pengetahuan
Suatu profesi dalam memberikan pelayanan memerlukan pengetahuan baik keterampilan maupun pengalaman-pengalaman praktis maupun prinsip-prinsip abstrak yang muncul dari penelitian ilmiah dan analisis yang logis.
3. Suatu profesi mempunyai otonomi professional
Seorang tenaga profesional dalam melaksanakan tugasnya mempunyai otonomi atau kebebasan dalam menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pertimbangannya sendiri untuk melayani siswanya dalam batas kode etiknya.
4. Suatu profesi mempunyai kode etik
Kode etik bertujuan untuk mendidik anggota profesi melaksanakan tugas dan kewajibannya serta dengan tanggung jawab kepada yang mempercayainya. Dengan kode etik, guru mempunyai pedoman dasar untuk membina profesi.
5. Suatu profesi mempunyai organisasi profesi
Organisasi profesi menentukan ukuran dan syarat untuk menjadi anggota organisasi profesi, meningkatkan standar praktek profesi dan menjalankan profesi yang baik dan bertanggung jawab. Organisasi itu misalnya PGRI. Perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi yang lain terdapat pada tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi tersebut. Kemampuan dasar tersebut adalah kompetensi guru.

Sehubungan dengan profesi guru, terdapat 3 tugas pokok profesi guru, yaitu:
a. Guru sebagai pengajar. Menekankan pada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan tekhnis mengajar, di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan.
b. Guru sebagai pembimbing. Menekankan kepada tugas guru dalam memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapi terkait dengan belajar mengajar.
c. Guru sebagai administrator. Merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya, ketatalaksanaan bidang pengajaran lebih menonjol dan lebih diutamakan bagi profesi guru.

Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini dimaksudkan karena guru merupakan tenaga profesional yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif.






Sumber:
Hamalik, Oemar. 2013. Dasar–dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Undang-undang Guru dan Dosen. 2011. Bandung: FOKUSMEDIA.

Empat Kompetensi Guru

Dalam UU Guru dan Dosen, BAB II (Kompetensi dan Sertifikasi) pasal 2 dinyatakan bahwa, “guru wajib memilki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Dan dijelaskan dalam pasal 3 ayat 2 kompetensi guru sebagai mana yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Berikut ini dijabarkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai agen pembelajaran, yakni sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik. Pedagogik dapat diartikan sebagai ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Dapat pula diartikankompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa.
Dalam UU guru dan dosen, kompetensi pedagogik sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
b. Pemahaman terhadap peserta didik,
c. Pengembangan kurikulum atau silabus,
d. Perancangan pembelajaran,
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran,
g. Evaluasi hasil belajar, dan
h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang di milikinya.

Menurut Permendiknas nomor 16 tahun 2007 pedagogik guru mata pelajaran terdiri atas 37 buah kompetensi yang dirangkum dalam 10 kompetensi inti berikut ini:
a. Menguasai peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-rinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai pontensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Menurut Hamzah B. Uno, kompetensi kepribadian merupakan sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Seorang guru dengan kompetensi ini memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
Menurut Djam’an kompetensi kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
a. Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan iman dan ketakwaannya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b. Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain.
c. Guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi dengan peserta didik maupun masyarakat.
d. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuh kembangkan budaya berpikir kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan bersikap demokratis dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang berada di luar dirinya.
e. Guru diharapkan dapat sabar dalam arti tekun dan ulet melaksaakan proses pendidikan tidak langsung dapat dirasakan saat itu tetapi membutuhkan proses yang panjang.
f. Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang profesinya maupun dalam spesialisasinya.
g. Guru mampu menghayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara nasional, kelembagaan, kurikuler sampai tujuan mata pelajaran yang diberikannya.
h. Hubungan manusiawi yaitu kemampuan guru untuk dapat berhubungan dengan orang lain atas dasar saling menghormati antara satu dengan yang lainnya.
i. Pemahaman diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek dirinya baik yang positif maupun yang negatif.
j. Guru mampu melakukan perubahan-perubahan dalam mengembangkan profesinya sebagai inovator dan kreator.

Dalam UU Guru dan Dosen, kompetensi kepribadian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian seperti berikut: 1) Beriman dan bertakwa; 2) Berakhlak mulia; 3) Arif dan bijaksana; 4) Demokratis; 5) Mantap; 6) Berwibawa; 7) Stabil; 8) Dewasa; 9) Jujur; 10) Sportif; 11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; 12) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan; 13) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik/tenaga kependidikan lain, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno kompetensi sosial artinya guru harus mampu menunjukkan dan berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman.
Menurut Djam’an Satori, kompetensi sosial adalah sebagai berikut.
a. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik,
b. Bersikap simpatik,
c. Dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah,
d. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan,
e. Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

Dalam UU guru dan dosen, kompetensi sosial sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi sebagai berikut.
a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun,
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pemimpin satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik,
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nlai yang berlaku, dan
e. Menerapkan perinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal.

4. Kompetensi Profesional
Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, pada pasal 28 ayat 3 yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi professional yaitu kemampuan guru dalam penguasaan terhadap materi pelajaran dan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Pengeloalaan pembelajaran yang dimaksud adalah pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan pelaksanaan pembelajaran, penguasaan metode dan media pembelajaran serta penilaian hasil belajar.
Penguasaan guru terhadap materi pelajaran sangat penting guna menunjang keberhasilan pengajaran. Samana (1994) menekankan pentingnya penguasaan bahan ajar oleh seorang guru untuk mencapai keberhasilan pengajaran. Guru harus membantu siswa dalam akalnya (bidang ilmu pengetahuan) dan membantu agar siswa menguasai kecakapan kerja tertentu (selaras dengan tuntutan teknologi), sehingga mutu penguasaan bahan ajar para guru sangat menentukan keberhasilan pengajaran yang dilakukan.
Menurut pendapat Martinis Yamin (2006), guru yang profesional harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki bakat sebagai guru;
b. Memiliki keahlian sebagai guru;
c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi;
d. Memiliki mental yang sehat;
e. Berbadan sehat;
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas;
g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila; dan
h. Guru adalah seorang warga negara yang baik.

Menurut Uzer Usman (2006), kompetensi profesional secara spesifik dapat dilihat dari indikator- indikator sebagai berikut.
a. Menguasai landasan pendidikan, yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.
b. Menguasai bahan pengajaran, yaitu menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan penghayatan.
c. Menyusun program pengajaran, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, memilih dan mengembang-kan strategi belajar mengajar, memilih media pembelajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar, melaksanakan program pengaja-ran, menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, mengelola interaksi belajar mengajar.
d. Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.





Sumber:
Samana. 1994. Pendekatan Keterampilan Proses : Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta : PT Gramedia.
Satori, Djam’an. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Undang-undang Guru dan Dosen. 2011. Bandung: FOKUSMEDIA.
Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi Dan Pengukurannya Analisis Di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Uzer M. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Yamin, Martinis. 2006. Profesionalisasi Guru Dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.