Rabu, 15 Maret 2017

Pengertian Manajemen menurut Para Ahli

    Manajemen adalah ilmu yang keberadaannya sangat penting karena dalam ilmu manajemen dipelajari tentang seni mengelola organisasi, seni berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain, serta seni memimpin organisasi. Menurut asal katanya, Management berasal dari kata latin yaitu “manus” yang artinya “to control by hand” atau “gain result”. Kata manajemen mungkin juga berasal dari bahasa Italia maneggiare yang berarti “mengendalikan,” Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang berarti “kepemilikan kuda” (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda). Manajemen dalam bahasa Inggris artinya to manage yaitu mengatur atau mengelola. Dalam arti khusus bermakna kegiatan yang dilakukan untuk mengelola lembaga atau organisasi. Manajemen adalah Suatu Proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.
    Pembahasan manajemen berkaitan dengan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian yang di dalamnya terdapat upaya dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
     Banyak ahli memberikan pengertian tentang manajemen, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Malayu S.P. Hasibuan
    Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan tenaga dan profesionalitas orang lain.
2. Mary Parker Follet
  Manajemen adalah suatu seni karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus, terutama keterampilan mengarahkan, memengaruhi, dan membina para pekerja agar melaksanakan keinginan pemimpin demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Horold Koontz dan Cyril O’Donnel
   Manajemen adalah usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
4. G.R Terry
 Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusai dan sumber daya lainnya.
5. James A.F. Stoner
   Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
6. Lawrence A. Appley dan Oey Liang Lee
   Manajemen adalah strategi memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain untuk melaksanakan suatu aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
7. Ricky W. Griffin
  Manajemen Adalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
8. Prof. Eiji Ogawa
  Manajemen adalah Perencanaan, Pengimplementasian dan Pengendalian kegiatan-kegiatan termasuk system pembuatan barang yang dilakukan oleh organisasi usaha dengan terlebih dahulu telah menetapkan sasaran-sasaran untuk kerja yang dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi lingkungan yang berubah.
9. Stoner
   Manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi pekerjaan organisasi dan untuk menggunakan semua sumber daya organisasi yang tersedia untuk mencapai tujuan organisasi yang dinyatakan dengan jelas.
10. Gordon (1976)
     Manajemen merupakan metode yang digunakan administrator untuk melakukan tugas-tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu.
11. Hilman
     Manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan yang sama.
12. Henry Fayol
   Manajemen mengandung gagasan lima fungsi utama yaitu, merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.
13. Lyndak F. Urwick
   Manajemen adalah Forecasting (meramalkan), Planning Orga-nizing (perencanaan Pengorganisiran), Commanding (memerintahklan), Coordinating (pengkoordinasian) dan Controlling (pengontrolan).
14. Departemen Pendidikan Nasional seperti dimuat dalam kurikulum 1975
     Manajemen ialah segala usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber-sumber (personil maupun materiil) secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

Senin, 26 Desember 2016

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP Tematik)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP Tematik)
Tahun Pelajaran 2016/2017


Nama Sekolah          : SDN Banyuwangi 2
Kelas/Semester         : 1/1 (Satu)
Tema                        : Aku
Sub Tema                 : Aggota Tubuhku
Pembelajaran Ke      : 1 (Satu)
Fokus Pembelajaran : IPA 
Alokasi Waktu         : 1 x Pertemuan (1 x 35 Menit)
Disusun Oleh            : Sofiatuz Zahrotul Uyun (NIM. 2227150

A. Kompetensi Inti
1. Menerima dan menjalankan perintah ajaran agama serta kepercayaan yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, mandiri, kreatif, komunikatif, serta menghargai sesama berdasarkan kegiatan interaksinya dengan lingkungannya.
3. Memahami pengetahuan konkret dengan cara mengamati (melihat, mendengarkan, bertanya) berdasarkan rasa keingintahuannya tentang anggota tubuh dan fungsi yang dimilikinya.
4. Menyajikan pengetahuan konkret dalam bentuk penyampaian yang aktif dan logis, dalam bentuk karya yang estetis, dan dalam bentuk gerakan yang mencerminkan anak sehat dan mencerminkan perilaku anak yang beriman dan berakhlak mulia.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Ilmu Pengetahuan Alam
  • Kompetensi Dasar
1.1 Mengetahui kegunaan anggota tubuh dalam konsep peribadatan sesuai dengan ajaran agama serta kepercayaan yang dianutnya.
2.2 Menunjukkan sikap terbuka dan positif dalam kaitannya dengan mempergunakan anggota tubuh sesuai fungsi tanpa mengabaikan tata aturan dalam berperilaku.
3.3 Memahami pengetahuan konkret tentang bentuk serta fungsi anggota tubuh dengan cara mengamati (melihat, mendengarkan, dan bertanya) dengan bantuan guru dan teman.
4.4 Menjelaskan bentuk serta fungsi anggota tubuhnya dengan tepat secara lisan, dan menunjuk langsung bagian tubuh yang dimaksud dengan bantuan guru dan teman.
  • Indikator
1.1.1 Menyebutkan bagian anggota tubuh yang berfungsi dalam kegiatan peribadatan sehari-hari.
2.2.1 Mempergunakan anggota tubuh sesuai dengan fungsi tanpa mengabaikan tata aturan dalam berperilaku.
3.3.1 Mendiskusikan bentuk serta fungsi dari anggota tubuhnya
4.4.1 Menunjuk dan mengelompokkan bagian anggota tubuh sesuai bentuk dan fungsinya.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Dengan menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat mengetahui dan memahami bentuk serta fungsi dari anggota tubuhnya.
2. Dengan melihat guru menjelaskan dan menunjuk anggota tubuh sesuai bentuk dan fungsinya, siswa dapat mengingat lebih lama materi yang disampaikan guru.
3. Dengan melakukan diskusi dan tanya jawab, siswa dapat lebih memperdalam pengetahuannya mengenai bentuk dan fungsi anggota tubuh melalui interaksinya dengan orang lain.
4. Dengan menjelaskan kembali bentuk dan fungsi anggota tubuhnya, siswa dapat dengan mudah mengingat dan mengimitasi (menunjuk kembali) anggota tubuhnya sesuai bentuk dan fungsi.

D. Materi Pembelajaran
AKU (Anggota Tubuhku)
1) Bagian-bagian Tubuh
Memperhatikan gambar tubuh manusia dan deskripsi bentuk

Gambar 1.1 Anggota tubuh manusia


2) Fungsi Bagian-bagian Anggota Tubuh
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT sudah tentu memiliki makna dan fungsi tanpa terkecuali. Begitupun dengan anggota-anggota tubuh yang telah dianugerahkan kepada kita. Setiap bagian dari anggota tubuh kita memiliki fungsi, dan sudah sepatutnya kita memanfaatkan dan mempergunakan anggota tubuh kita dengan penuh rasa tanggung jawab.
Berikut ini fungsi-fungsi dari anggota tubuh kita, yaitu:
1. Rambut
Fungsi dari rambut adalah untuk melindungi kepala dari sengatan sinar matahari dan menjadi mahkota kepala yang memperindah bentuk tubuh.
2. Mata
Mata berfungsi sebagai alat penglihatan. Tanpa mata tentu kita tidak dapat melihat keindahan yang ada di dunia. Mata menjadi salah satu organ penting dalam tubuh kita.
3. Telinga
Telinga berfungsi sebagai alat pendengaran. Dengan adanya telinga, kita dapat mendengar bunyi atau suara yang beragam, seperti suara tangisan, klakson mobil, suara manusia berbicara, dan lain-lain.
4. Mulut
Fungsi dari mulut adalah sebagai alat bicara dan tempat awal masuknya makanan sebagai asupan energi ke dalam alat-alat pencernaan.
5. Hidung
Hidung berfungsi sebagai alat penciuman. Hidung dapat membaui bermacam-macam bebauan yang ada di bumi ini.
6. Tangan
Tangan merupakan anggota alat gerak. Tangan berfungsi menggerakkan sesuatu yang kita pegang/genggam. 
7. Kaki
Kaki merupakan anggota alat gerak yang berfungsi untuk membantu kita dalam berjalan maupun berlari. Selain itu, kaki pun berfungsi sebagai penopang tubuh terlebih saat kita berdiri.

E. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Saintifik
2. Metode Pembelajaran
Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan penugasan
3. Model Pembelajaran
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) dengan Group Investigation
4. Media/Alat dan Sumber Pembelajaran
a. Buku
b. Internet
c. Gambar anggota tubuh manusia
d. KALUBAKU (Kartu Lucu Bantu Aku)

Langkah-langkah Pembelajaran
A. Pembukaan  (5 Menit)
1. Guru menyapa dan memberi salam kepada siswa.
2. Guru menunjuk salah seorang siswa untuk memimpin doa di depan kelas.
3. Guru menanyakan kabar siswa kemudian memeriksa daftar hadir siswa.
4. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan kegiatan pembelajaran. 

B. Inti  (25 Menit)
1. Guru memberikan pertanyaan ringan mengenai anggota tubuh manusia.
2. Guru menyanyikan lagu “Dua Mata Saya”
3. Guru mempersilahkan salah satu siswa untuk maju ke depan untuk memimpin siswa lainnya dalam menyanyikan lagu “Dua Mata Saya” bersama-sama.
4. Guru menunjukkan gambar anggota tubuh manusia yang ditempatkan di depan kelas.
5. Guru mengelompokkan siswa ke dalam 7 kelompok.
6. Guru memberikan penugasan pada seluruh kelompok, kemudian menjelaskan aturan main dalam kegiatan belajar mengenai anggota tubuh manusia.
7. Guru mempersilahkan seluruh kelompok untuk memulai pengerjaan tugas yang telah diberikan.
8. Siswa selesai mengerjakan tugas, kemudian siswa perwakilan kelompok dengan bantuan guru menempelkan hasilnya pada gambar anggota tubuh manusia yang diletakkan di depan kelas.
9. Guru menunjuk salah satu siswa dari masing-masing kelompok untuk memaparkan materi sesuai penugasan yang diberikan pada kelompoknya, sedangkan siswa lainnya menyimak.
10. Guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah diajarkan pada siswa.
11. Guru mempersilahkan siswa untuk bertanya mengenai materi yang telah diajarkan pada hari ini.

C. Penutup  (5 Menit)
1. Guru mengevaluasi pembelajaran dengan cara mereview materi yang telah diajarkan, guru memberikan pertanyaan lisan dan siswa menjawab secara lisan, cepat, dan tepat bersama-sama.
2. Guru memberikan hadiah untuk siswa yang aktif selama proses belajar.
3. Guru memberikan motivasi kepada seluruh siswa.
4. Guru menunjuk salah satu siswa untuk memimpin doa di depan kelas sebelum pulang.
5. Guru dan siswa tertib meninggalkan kelas. 

F. Penilaian
Jenis penilaian
a. Penilaian spiritual
Observasi selama pembelajaran berlangsung
b. Penilaian sikap
Observasi selama pembelajaran berlangsung
c. Penilaian pengetahuan
- Lembar latihan kelompok dengan menggunakan KALUBAKU (Kartu Lucu Bantu Aku).
- Pendeskripsian fungsi anggota tubuh oleh siswa.
d. Penilaian keterampilan
1. Kreativitas siswa dalam pembuatan KALUBAKU 
2. Pemaparan siswa mengenai bentuk dan fungsi anggota tubuh 






Serang, 31 Oktober 2016
Wali kelas,




Sofiatuz Zahrotul Uyun

FILSAFAT SEBAGAI HASIL EVOLUSI DAN AJARAN HIDUP

Filsafat sebagai ilmu pengetahuan adalah hasil suatu perkembangan yang lama. Namun jika perkembangan ke arah keilmuan lebih sesuai dengan kodrat kita, merupakan suatu tuntutan dari kodrat manusia, maka datangnya dorongan akan perkembangan itu akan lebih mudah.
Makin luas pandangan orang, makin sulit kehidupannya, makin berkembang kebudayaannya dan makin luas juga persoalan-persoalan yang dihadapi orang itu. Akan tetapi juga makin banyak cara-cara penyelidikan baru yan ditemukan makin berkembang daya ciptanya untuk memcahkan persoalan yang sulit dan makin terasa pula kebutuhan akan pertanggungjawaban secara ilmiah. Jadi kenyataan membuktikan adanya keinginan dan hasrat pikiran kita untuk mengerti sebab-sebab daripada segala sesuatu itu.
Hasrat ini adalah kesempurnaan pikiran manusia, perlu bagi manusia dan memperkaya manusia. Dengan semakin berkembangnya kebudayaan terasalah keinginan dan kebutuhan manusai untuk menyususn pengetahuan itu secara sistematis, sebab system itu memberikan kepastian, ketelitian, dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar. Jadi tingkatan perkembagan pengetahuan yang disebut filsafat itu datangnya tidak dengan mendadak atau tiba-tiba, melainkan berdasarkan evolusi juga. Tak berlainan dengan perkembangan manusia perseorangan, demikian pula perkembangan bangsa manusia. Hanya dengan evolusinya dapat mencapai perkembangannya. Jadi ada hubungannya antara tingkatan evolusi manusia dengan tingkatan kebudayaannya. Hanya berdasarkan hasil-hasil yag telah dicapai oleh mereka yang telah mendahului kita filsafat dapat berkembang, maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos sampai kepada yang sulit-sulit.
Apabila filsafat dijadikan suatu ajaran hidup, maka ini berarti bahwa orang mengharapkan dari filsafat itu dasar-dasar ilmiah yang dibutuhkannya untuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia sempurna, yang baik, yang susila, dan bahagia.
Tidak hanya ilmu pengetahuan yang teoritis saja, yang praktis juga, artinya yag mencoba menyusun aturan-aturan yang harus dituruti agar hidup kita mendapat isi makna dan nilai. Dan ini sesuai dengan arti filsafat sebagai usaha mencari kebijaksanaan, yang meliputi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam maupun sikap hidup yang benar yang sesuai dengan pengetahuan itu.
Sebenarnya pada hakikatnya keinginan yang terdapat dalam hati kita itu tidak hanya dorongan untuk mengerti saja. Itu hanya satu aspek saja, satu fungsi saja, meskipun satu fungsi yang sangat penting bagi keseluruhan manusia. Karena itu, dorongan untuk mengerti dengan sedalam-dalamnya itu berarti dorongan untuk mengerti bagaimanakah sebenarnya hakikat kenyataan itu, bagaimanakah hakikat manusia itu, untuk dapat hidup menurut kebenaran itu. Inilah yang menyebabkan filsafat berarti mencari pandangan hidup, mencari pegangan dan pedoman hidup.
Maka tidak mengherankan bahwa filsafat dalam sejarahnya dipandang sebagai ajaran hidup juga. Demikian halnya misalnya pada zaman dulu antara lain pada masa Pythagoras, Plato, dan lain-lain.




Sumber:
Salam, Burhanudin. 2009. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Minggu, 25 Desember 2016

Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth)

Kadang-kadang teori ini disebut teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat. Kattsoff dalam buku Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia karya Surajiyo, menguraikan tentang teori pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, penyataan itu adalah benar. Misalnya pengetahuan naik bis, kemudian akan turun dan bilang kepada kondektur ‘kiri’, kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri, penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat karena bisa berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.
Apa yang dikemukakan oleh teori korespondensi dapat menyelesaikan secara tuntas pekerjaan dalam mencari kebenaran. Tetapi kehidupan sehari-hari menuntut sesuatu yang lebih praktis dan langsung menimbulkan konsekuensi yang menguntungkan. Pragmatisme mewarnai pandangannya sebagai berikut: Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi kegunaannya. James mengatakan bahwa ‘Tuhan itu ada’adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan. Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat memberikan kesejukan hati, sehingga ada kemampuan batin untuk menerima segala bentuk perubahan. Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran sebagai berikut: Dimisalkan kita sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin bahwa ‘jalan keluarnya adalah ke arah kiri’. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri. Selanjutnya, pernyataan ini benar apabila arah kiri pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi posistif, yaitu benar-benar membawa kita keluar dari hutan. Jadi kebenaran menurut pragmatisme ini bergantung kepada kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (work ability) dan kemungkinan yang memuaskan (satisfactory results). Persoalan yang segera muncul adalah apakah asas muncul yang cenderung subjektif itu justru tidak mengingkari asas objektivitas sebagai tujuan ilmu pengetahuan dalam dirinya sendiri? Work ability adalah sesuatu yang mungkin dapat menuntun ke arah pemecahan masalah. Tetapi jika hal ini hanya bergantung sepenuhnya dengan keyakinan, maka spekulasi yang bisa menimbulkan kesesatan perlu dipertimbangkan. Satisfactory results juga belum tentu selalu dalam konteks kebenaran. Bukankah kita sering melihat bahwa hal itu muncul dari perbuatan yang tidak benar? Banyak pengacara yang puas dengan keberhasilan pembelaannya, padahal perkara itu seharusnya tidak perlu dibela. Banyak pula penyalahgunaaan hak yang mendatangkan kepuasan hidup dan kehidupan ini.
Teori pragmatisme menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karya Burhanuddin Salam, menyatakan bahwa kebenaran ialah sesuatu yang praktis, yang “bekerja”. Kebenaran tidaklah “ada”, melainkan “terjadi”. Kebenaran adalah proses pemeriksaan terhadap (benar-tidaknya) sesuatu dalam praktek pelaksanaan. Karena itu kebenaran tidak pernah sempurna-abadi, melainkan dalam proses berubah-ubah. Sesuatu disebut benar, hanya kapan berguna, mampu memecahkan problema yang ada.
Teori Pragmatisme mengaitkan kebenaran pada daya guna objek. Objek menurut teori ini, bukanlah “hipotesa kerja” sebagaimana anggapan kedua teori di atas, melainkan ia sudah menjadi “alat kerja”. Sekalipun kenyataan praktek memperlihatkan bahwa pengakuan orang terhadap sesuatu didasarkan atas kegunaannya, namun kriteria kegunaan yang berlaku umum dan langgeng; sulit, bila tidak mustahil, ditemukan. Apa yang berguna berlaku terbatas dan berlangsung terbatas pula. Tepat apa yang dinyatakan dalam pepatah “habis manis sepah dibuang”. Dapatkah diperkenankan bahwa orang mengingkari sesuatu yang pernah berjasa memberikan “kepuasan: kepadanya? Manusiawikah tindakan seperti itu?





Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)

Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori tersebut berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. Teori ini berpandangan bahwa suatu propoisi bernilai benar apabila saling berkesesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. Misalnya pengetahuan ‘air akan menguap jika dipanasi sampai dengan 100 derajat’. Pengetahuan tersebut dinyatakan benar kalau kemudian dicoba memanasi air dan diukur sampai seratus derajat, apakah air menguap! Jika terbukti tidak menguap maka pengetahuan tersebut dinyatakan salah, dan jika terbukti air menguap, maka pengetahuan tersebut dinyatakan benar.
Kalau teori koherensi diterima oleh kebanyakan kaum idealis, maka teori korespondensi lebih bisa diterima oleh kaum realis. Teori korespondensi ini mengatakan bahwa seluruh pendapat mengenai suatu fakta itu benar jika pendapat itu sendiri disebut fakta yang dimaksud. Dengan kata lain, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Terhadap suatu pendapat yang menyatakan bahwa ‘di luar hawanya dingin’ misalnya, maka teori ini menuntut adanya fakta bahwa dingin itu benar adanya atau nyata berada di luar, bukan hanya ide tentang hawa dingin itu saja. Kalau teori koherensi bersifat rasional-aprioris, maka teori korespondensi ini bersifat empiris-aporterioris. Kalau teori koherensi menekankan adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, logis, dan sistematis maka teori korespondensi menekankan pada apakah ide-ide itu merupakan fakta sendiri atau bukan. Persesuaian antara arti yang dikandung di berbagai pendapat dengan apa yang merupakan fakta-faktanya merupakan kriteria bagi teori korespondensi. Persoalan yang segera muncul dari pernyataan tentang fakta itu merupakan suatu ide yang sifatnya psikis. Lalu fakta itu sendiri mempunyai sifat non-psikis. Mungkinkah antara yang psikis dan non-psikis itu bisa sesuai? Rogers mengatakan bahwa, kebenaran itu terletak pada kesesuaian antara esensi atau arti yang diberikan dengan esensi yang terkandung dalam diri hal atau objek itu sendiri. Tampak jelas dalam pendapat ini bahwa yang bersesuaian itu adalah esensi objek atau fakta sebagai arti dengan esensi yang terdapat dalam objek atau faktanya sendiri. Russel memperjelaskanya dengan mengatakan bahwa kebenaran adalah persesuaian antara arti yang terkandung oleh perkataan-perkataan yang telah ditentukan, dan kesesuaiannya berupa identiknya arti-arti tersebut.
Menurut John S. Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies of Education, teori korespondensi berpendapat bahwa kebenaran ialah hubungan antara subjek yang menyadari dengan objek yang disadari. Kebenaran sudah ada di luar diri nmanusia, yaitu dalam dunia ini. Manusia tinggal mencari dan menemukannya. Karena itu kebenaran lebih ditentukan oleh faktor eksternal, bukan internal. (Burhanuddin Salam, 1997).
Teori korespondensi menggantungkan kebenaran pada adanya ‘hubungan’ antara subjek dan objek. Ketiadaaan hubungan berarti ketiadaaan kebenaran. Belum mantapnya kebenaran dan tidak adanya jaminan tentang apakah memang sungguh-sungguh ada hubungan antara subjek dan objek, menjadi kritik yang tak dapat teori ini ingkari. Peristiwa ‘salah paham’ yang acapkali terjadi menunjukkan bukti kekeliruan orang dalam menguhubungkan diri dengan objek. Juga ‘berubah kesan’ yang diakibatkan oleh hubungan yang berulang-ulang terhadap objek yang sama, menunjukkan kelemahan teori ini. (Burhanuddin Salam, 1997).





Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)

Teori Koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Dalam buku Element of Philosophy, teori koherensi dijelaskan “… suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dengan memperhatikan pendapat tersebut, dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi itu benar bila mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis. Sebagai contoh, kita mempunyai pengetahuan bahwa runtuhnya kerajaan Majapahit adalah tahun 1478. Dalam hal ini kita tidak dapat membuktikan secara langsung dari isi pengetahuan itu, melainkan hanya bisa membuktikan melalui hubungan dengan proposisi terdahulu, baik dalam buku-buku sejarah atau peninggalan sejarah yang mengungkapkan kejadian itu.
Teori Koherensi sering disebut juga teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran. Bradley mengatakan, bahwa suatu proposisi itu cenderung benar dan koheren dengan proposisi benar yang lain, atau jika arti yang dikandungnya itu koheren dengan pengalaman. Kaum idealis menandaskan bahwa kebenaran tentu merupakan sifat yang dimiliki oleh ide kita, karena semua hal yang kita ketahui itu adalah ide-ide, bukan barang atau halnya sendiri. Oleh sebab itu kebenaran terletak pada saling berhubungan di antara ide-ide tentang sesuatu yang ditangkap di alam pikiran. Tingkat saling hubungan adalah ukuran bagi tingkat kebenaran itu sendiri. Semakin terdapat saling hubungan di antara ide-ide yang makin meluas maka akan menunjukkan kesahihan kebenaran yang semakin jelas pula. Dalam dunia pengadilan, misalnya, semakin kuat saling hubungan antara seluruh kesaksian, maka semakin kuat pula adanya kebenaran itu. Menghadapi teori koherensi ini, orang mudah untuk menerimanya begitu saja karena memang logis dan dapat diterima oleh akal sehat serta tidak bertentangan. Namun demikian saling hubungan di antara ide-ide itu secara logis bisa saja palsu. Maka perlu kita sangsikan kemampuan implikasi fakta itu sendiri? Lebih dari itu, teori ini menekankan pada sifat rasional dan intelektual. Padahal realitas itu ada dalam dirinya sendiri yang juga mempunyai sifat irrasional.
Selain itu teori konsistensi menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karangan Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa kebenaran ialah ketetapsamaan kesan antar-subjek terhadap objek yang sama. Seberapa jauh konsistensi terhadap tanggapan subjek yang satu dengan subjek yang lain, menentukan validitas dari kebenaran yang tertangkap. Menurut teori ini, tidaklah cukup menjamin bahwa hubungan subjek-subjek disebut kebenaran, meningkat watak setiap subjek yang selalu cenderung ke arah subjektivitas.
Teori Konsistensi mengandalkan kebenaran pada kesepakatan antar subjek terhadap objek yang sama. Meskipun teori ini berusaha menghindari untuk tidak terjerumus pada kelemahan-kelemahan korespondensi, namun teori ini tidak bisa mengelak pada kenyataan bahwa kesepakatan bisa saja menghasilkan sesuatu yang bahkan bukan benar. “Mengeroyok” apa pun dalihnya, jelas merupakan kesepakatan yang tidak benar = kesepakatan yang melawan hukum. Begitu pula “menghukum beramai-ramai” adalah serupa dalam pengeroyokan dalam hal adanya kesepakatan bersama. Hanya saja menghukum beramai-ramai, mengandung implikasi kebenaran (moral) yang disalahgunakan.




Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

4 CARA BERBEDA ORANG AKAN BERIMAN KEPADA ALLAH

1. Iman yang disebabkan oleh akal sehat
Seseorang dengan tipe ini akan beriman kepada Allah hanya dengan berfikir dengan menggunakan akal sehatnya. Seperti berfikir tentang manusia yang dari dulu hingga sekarang pasti ada penciptanya. Manusia tidak mungkin dapat menciptakan dirinya sendiri. Seperti yang disebutkan pada firman Allah:
Apakah mereka ini diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) (QS; At-Thur:35)

2. Iman yang disebabkan reward (hadiah)
Sewaktu kecil mungkin kita biasa mendengar kalimat yang mengatakan bahwa jika kita melakukan suatu perbuatan baik, maka kita akan mendapatkan pahala dan masuk surga. Ternyata bagi sebagian orang ini dapat membuat mereka seketika mempercayai eksistensi tuhan mereka dan termotivasi untuk selalu berbuat baik agar dapat masuk surga.

3. Iman yang disebabkan oleh hukuman
Kebalikan dari reward, hukuman juga dapat membuat sebagian orang takut dan akhirnya beriman kepada Allah. Hukuman yang diberikan ketika masih berada di dunia hingga panasnya api neraka dapat membuat sebagian orang berfikir dua kali untuk tetap melakukan larangan-larangannya. Semoga kita semua terhindar dari hukuman di dunia dan azab api neraka.

4. Iman yang disebabkan oleh logika
Bagi sebagian orang, ketiga hal yang disebutkan diatas tidak dapat membuat mereka yakin begitu saja dengan keberadaan Allah SWT. Biasanya ini adalah orang-orang yang biasa menggunakan logikanya dalam berfikir. Orang-orang yang memiliki tipe seperti ini harus mau mempelajari lebih dalam tentang islam dan mencari kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Logika seperti apakah yang akan membuat orang-orang ini akan beriman kepada Allah? Salah satunya ialah logika tentang kebenaran akan isi Al-quran yang membantu para ilmuan untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta. Di luar sana ada beberapa pemuka islam yang juga memiliki tipe seperti ini, salah satunya adalah Zakir Naik dan Ahmed Deedad.

Itulah 4 tipe berbeda yang menyebabkan seseorang akan beriman kepada Allah. Sudah sepatutnya kita untuk dapat memahami diri sendiri dan menggali lebih dalam tentang islam agar kita bisa mencintai sang khalik dan selamat di dunia dan akhirat.