Minggu, 25 Desember 2016

Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)

Teori Koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Dalam buku Element of Philosophy, teori koherensi dijelaskan “… suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dengan memperhatikan pendapat tersebut, dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi itu benar bila mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis. Sebagai contoh, kita mempunyai pengetahuan bahwa runtuhnya kerajaan Majapahit adalah tahun 1478. Dalam hal ini kita tidak dapat membuktikan secara langsung dari isi pengetahuan itu, melainkan hanya bisa membuktikan melalui hubungan dengan proposisi terdahulu, baik dalam buku-buku sejarah atau peninggalan sejarah yang mengungkapkan kejadian itu.
Teori Koherensi sering disebut juga teori konsistensi, karena menyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran. Bradley mengatakan, bahwa suatu proposisi itu cenderung benar dan koheren dengan proposisi benar yang lain, atau jika arti yang dikandungnya itu koheren dengan pengalaman. Kaum idealis menandaskan bahwa kebenaran tentu merupakan sifat yang dimiliki oleh ide kita, karena semua hal yang kita ketahui itu adalah ide-ide, bukan barang atau halnya sendiri. Oleh sebab itu kebenaran terletak pada saling berhubungan di antara ide-ide tentang sesuatu yang ditangkap di alam pikiran. Tingkat saling hubungan adalah ukuran bagi tingkat kebenaran itu sendiri. Semakin terdapat saling hubungan di antara ide-ide yang makin meluas maka akan menunjukkan kesahihan kebenaran yang semakin jelas pula. Dalam dunia pengadilan, misalnya, semakin kuat saling hubungan antara seluruh kesaksian, maka semakin kuat pula adanya kebenaran itu. Menghadapi teori koherensi ini, orang mudah untuk menerimanya begitu saja karena memang logis dan dapat diterima oleh akal sehat serta tidak bertentangan. Namun demikian saling hubungan di antara ide-ide itu secara logis bisa saja palsu. Maka perlu kita sangsikan kemampuan implikasi fakta itu sendiri? Lebih dari itu, teori ini menekankan pada sifat rasional dan intelektual. Padahal realitas itu ada dalam dirinya sendiri yang juga mempunyai sifat irrasional.
Selain itu teori konsistensi menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karangan Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa kebenaran ialah ketetapsamaan kesan antar-subjek terhadap objek yang sama. Seberapa jauh konsistensi terhadap tanggapan subjek yang satu dengan subjek yang lain, menentukan validitas dari kebenaran yang tertangkap. Menurut teori ini, tidaklah cukup menjamin bahwa hubungan subjek-subjek disebut kebenaran, meningkat watak setiap subjek yang selalu cenderung ke arah subjektivitas.
Teori Konsistensi mengandalkan kebenaran pada kesepakatan antar subjek terhadap objek yang sama. Meskipun teori ini berusaha menghindari untuk tidak terjerumus pada kelemahan-kelemahan korespondensi, namun teori ini tidak bisa mengelak pada kenyataan bahwa kesepakatan bisa saja menghasilkan sesuatu yang bahkan bukan benar. “Mengeroyok” apa pun dalihnya, jelas merupakan kesepakatan yang tidak benar = kesepakatan yang melawan hukum. Begitu pula “menghukum beramai-ramai” adalah serupa dalam pengeroyokan dalam hal adanya kesepakatan bersama. Hanya saja menghukum beramai-ramai, mengandung implikasi kebenaran (moral) yang disalahgunakan.




Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar