Minggu, 25 Desember 2016

Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth)

Kadang-kadang teori ini disebut teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat. Kattsoff dalam buku Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia karya Surajiyo, menguraikan tentang teori pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, penyataan itu adalah benar. Misalnya pengetahuan naik bis, kemudian akan turun dan bilang kepada kondektur ‘kiri’, kemudian bis berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri, penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat karena bisa berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.
Apa yang dikemukakan oleh teori korespondensi dapat menyelesaikan secara tuntas pekerjaan dalam mencari kebenaran. Tetapi kehidupan sehari-hari menuntut sesuatu yang lebih praktis dan langsung menimbulkan konsekuensi yang menguntungkan. Pragmatisme mewarnai pandangannya sebagai berikut: Pada umumnya teori memandang masalah kebenaran menurut segi kegunaannya. James mengatakan bahwa ‘Tuhan itu ada’adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan. Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat memberikan kesejukan hati, sehingga ada kemampuan batin untuk menerima segala bentuk perubahan. Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran sebagai berikut: Dimisalkan kita sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin bahwa ‘jalan keluarnya adalah ke arah kiri’. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri. Selanjutnya, pernyataan ini benar apabila arah kiri pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi posistif, yaitu benar-benar membawa kita keluar dari hutan. Jadi kebenaran menurut pragmatisme ini bergantung kepada kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (work ability) dan kemungkinan yang memuaskan (satisfactory results). Persoalan yang segera muncul adalah apakah asas muncul yang cenderung subjektif itu justru tidak mengingkari asas objektivitas sebagai tujuan ilmu pengetahuan dalam dirinya sendiri? Work ability adalah sesuatu yang mungkin dapat menuntun ke arah pemecahan masalah. Tetapi jika hal ini hanya bergantung sepenuhnya dengan keyakinan, maka spekulasi yang bisa menimbulkan kesesatan perlu dipertimbangkan. Satisfactory results juga belum tentu selalu dalam konteks kebenaran. Bukankah kita sering melihat bahwa hal itu muncul dari perbuatan yang tidak benar? Banyak pengacara yang puas dengan keberhasilan pembelaannya, padahal perkara itu seharusnya tidak perlu dibela. Banyak pula penyalahgunaaan hak yang mendatangkan kepuasan hidup dan kehidupan ini.
Teori pragmatisme menurut John S. Brubacher dalam buku Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan karya Burhanuddin Salam, menyatakan bahwa kebenaran ialah sesuatu yang praktis, yang “bekerja”. Kebenaran tidaklah “ada”, melainkan “terjadi”. Kebenaran adalah proses pemeriksaan terhadap (benar-tidaknya) sesuatu dalam praktek pelaksanaan. Karena itu kebenaran tidak pernah sempurna-abadi, melainkan dalam proses berubah-ubah. Sesuatu disebut benar, hanya kapan berguna, mampu memecahkan problema yang ada.
Teori Pragmatisme mengaitkan kebenaran pada daya guna objek. Objek menurut teori ini, bukanlah “hipotesa kerja” sebagaimana anggapan kedua teori di atas, melainkan ia sudah menjadi “alat kerja”. Sekalipun kenyataan praktek memperlihatkan bahwa pengakuan orang terhadap sesuatu didasarkan atas kegunaannya, namun kriteria kegunaan yang berlaku umum dan langgeng; sulit, bila tidak mustahil, ditemukan. Apa yang berguna berlaku terbatas dan berlangsung terbatas pula. Tepat apa yang dinyatakan dalam pepatah “habis manis sepah dibuang”. Dapatkah diperkenankan bahwa orang mengingkari sesuatu yang pernah berjasa memberikan “kepuasan: kepadanya? Manusiawikah tindakan seperti itu?





Sumber:
Komara, Endang. 2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika Aditama. 
Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar